Nilai Tambah Keberadaan Muslim di Jepang
日本における我々ムスリムの存在価値
Tujuan
Allah berfirman:
أَيَحْسَبُ الْإِنسَانُ أَن يُتْرَكَ سُدًى
“Apakah manusia mengira, bahwa ia akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggung jawaban)?” (QS Al-Qiyaamah (75): 36)
Allah berfirman:
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ ۚ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَٰئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.” (QS Al-Israa’ (17): 36)
Segala hal yang kita lihat, dengar, ucapkan dan rasakan dalam hati kita, akan dimintai pertanggungjawaban. Keberadaan kita di Jepang pun perlu dipertanggungjawabkan di hari akhir; apa yang sudah kita lakukan untuk agama Islam selama di Jepang? Hendaklah kita berada di Jepang tidak hanya untuk bekerja atau belajar, tapi juga untuk berdakwah. Dakwah tidak semestinya dalam bentuk seruan saja, tapi juga bisa dengan menunjukkan akhlak yang baik dan bekerja secara profesional. Untuk itu, hendaklah kita bermuhasabah diri terkait hal ini.
Catatan:
Menyampaikan Al-Quran kepada orang Jepang itu tidak mudah, karena terjemahan Quran dalam Bahasa Jepang sering menggunakan kata-kata literatur (huruf kanji) yang jarang digunakan dalam kehidupan sehari-hari dan bagi orang Jepang pun sulit untuk membacanya.
Populasi muslim Jepang
Berdasarkan penelitian di Waseda University terkait populasi dunia, persentase muslim mengalami kenaikan dari 12.3% di tahun 1900 menjadi 22.3% di tahun 2013.
Jumlah penduduk Jepang saat ini sekitar 128 juta orang. Populasi muslim di Jepang saat ini diperkirakan sekitar 110 ribu (0.1% dari total populasi), yang terdiri dari muslim asing sekitar 90 ribu orang, muslim Jepang sekitar 9 ribu orang, dan yang lainnya (seperti pengungsi) sekitar 2.300 orang.
Sejarah hubungan Jepang dengan Islam
Interaksi Jepang dengan Islam yang tercatat dalam sejarah tergolong baru, yakni awal 1900an.
Sebelum zaman Meiji, Jepang menutup diri dari orang dan pengaruh asing. Ajaran Kristen sempat masuk Jepang tetapi hanya hingga wilayah Nagasaki. Bahkan di zaman Shogun dan Tokugawa, ada larangan memeluk agama.
Jepang mulai terbuka di akhir zaman Edo ketika Amerika melalui ekspedisi Kapal Perry datang dan memaksa Jepang untuk membuka diri.
Pada tahun 1890, kapal ekspedisi Kesultanan Utsmani (Ertuğrul) mengalami kecelakaan akibat topan dan terdampar di Kushimoto-Cho (Prefektur Wakayama saat ini). Hanya sedikit awak kapal yang selamat dan mereka dirawatkan oleh masyarakat setempat. Saat rombongan yang selamat kembali ke Turki, ada 2 atau 3 orang wartawan Jepang yang ikut serta dan kemudian memeluk Islam di sana.
Muslim Jepang pertama yang tercatat dalam dokumen resmi bernama Noda Seitaro.
Setelah kekalahan pada Perang Dunia 2, Jepang berusaha bangkit. Dengan berkembangnya bisnis minyak, terbuka pula hubungan dengan negara-negara di Timur Tengah. Selain itu, banyak mahasiswa yang belajar keluar negeri setelah sebelumnya hanya belajar di dalam negeri.
Pada tahun 1980an, Jepang mengalami perkembangan ekonomi yang pesat (bubble economy) dan banyak pekerja dari Iran, Pakistan dan Bangladesh yang masuk ke Jepang. Pada saat itu, masuk ke Jepang tanpa memerlukan visa. Banyak di antara pendatang tersebut yang menetap, berbisnis dan berkeluarga (dengan menikahi warga lokal) di Jepang.
Pada tahun 2000an, masjid mulai banyak di Jepang. Menurut data dari Departemen Kebudayaan Jepang, terdapat 80 masjid di Jepang pada tahun 2014. Tiga masjid (atau tempat shalat) terawal dalam catatan Departemen Kebudayaan Jepang adalah Masjid Kobe (berdiri tahun 1935), Tokyo Cami’ (berdiri tahun 1938 dan direnovasi tahun 2000) dan Balai Indonesia Tokyo (berdiri tahun 1962).
Mengatasi kesalahpahaman orang Jepang terhadap Islam
Terdapat beberapa kosakata atau kalimat yang ketika digunakan saat menjelaskan Islam kepada Orang Jepang, dapat menimbulkan kerancuan dan kesalahpahaman. Pada kesempatan kali ini, akan dibahas terkait 3 hal.
Pertama, terkait pemahaman orang Jepang terhadap konsep ketuhanan. Istilah “Kami-sama” bagi orang Jepang memiliki makna yang sangat luas, dan kurang tepat jika diartikan sebagai Tuhan. Bagi orang Jepang, semua hal dapat menjadi “Kami-sama”, seperti matahari, laut, gunung, pohon bahkan kamar mandi. Orang Jepang menganggap “Kami-sama” sebagai ruh atau sesuatu yang dapat memberi impresi yang begitu dalam. Sehingga, menjadi tidak tepat jika Allah pun diartikan secara langsung sebagai “Kami-sama”.
Ketika akan menyampaikan konsep ketuhanan dalam Islam kepada orang Jepang, kita perlu memahami konsep ketuhanan menurut mereka. Orang Jepang menganut Shinto yang lebih sesuai jika dianggap sebagai “cara menjalankan sesuatu”, dimana mereka menggabungkan berbagai ajaran agama. Sebagai contoh, mereka berdoa ke kuil, menikah di Gereja, dan pengurusan mayat dengan cara dibakar. Orang Jepang memandang agama sebagai budaya.
Meskipun begitu, terdapat kesamaan sekaligus perbedaan konsep antara Islam dan Shinto yang dapat digunakan dalam menjelaskan Islam kepada orang jepang. Di dalam Islam, ada konsep pencipta (Allah) dan yang diciptakan (ruh). Di dalam Shinto pun ada konsep serupa, yakni 大元霊 “Daigenrei” (bermakna “yang paling di atas”, “yang menciptakan”, “yang memiliki keinginan”) dan 神々 “Kamigami” atau 分霊 “Wakemitama” (bermaksud “yang di bawah”, arwah, “yang diberikan ruh”, makhluk). Konsep “Kamigami” ini lah yang disebut sebagai “Kami-sama” bagi orang Jepang.
Kedua, bagi orang Jepang, Islam identik dengan tidak boleh mengkonsumsi daging khinzir dan alkohol. Hal ini sering menjadi pertanyaan bagi orang Jepang yang terbiasa berfikir kritis dan logis. Pertanyaan seperti ini cukup dijawab dengan “karena dilarang oleh Allah”. Ada pun alasan-alasan lain hanya digunakan sebagai alasan tambahan saja dan tidak mempengaruhi alasan utama (larangan oleh Allah). Hal ini sesuai dengan firman Allah berikut.
إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَن يَقُولُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا ۚ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“Sesungguhnya jawaban oran-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan. ‘Kami mendengar, dan kami patuh.’ Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS An-Nuur (24): 51)
Ketiga, terkait isu Islam dan teror. Kita perlu menjelaskan bahwa Islam tidak mengajarkan hal tersebut, salah satunya dengan menyampaikan Firman Allah berikut.
مِنْ أَجْلِ ذَٰلِكَ كَتَبْنَا عَلَىٰ بَنِي إِسْرَائِيلَ أَنَّهُ مَن قَتَلَ نَفْسًا بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِي الْأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعًا وَمَنْ أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَا أَحْيَا النَّاسَ جَمِيعًا ۚ وَلَقَدْ جَاءَتْهُمْ رُسُلُنَا بِالْبَيِّنَاتِ ثُمَّ إِنَّ كَثِيرًا مِّنْهُم بَعْدَ ذَٰلِكَ فِي الْأَرْضِ لَمُسْرِفُونَ
“Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi.” (QS Al-Maidah (5): 32)
Selain itu, perlu juga meluruskan pemahan terkiat kata “jihad”. Jihad dalam Bahasa Jepang sering diartikan sebagai 聖戦 “seisen” yang berarti “perang suci”. Kita perlu menjelaskan bahwa jihad juga bermakna 努力 “doryoku” (usaha) dan 奮闘する ”funtō suru” (menggiati sesuatu).
Berikut ini beberapa kosakata yang dapat digunakan dalam menjelaskan Islam kepada orang Jepang.
- Allah
- アッラー (Allah)
- 大元霊 “daigenrei” (penyebab terjadinya sesuatu, yang membuat tidak ada menjadi ada)
- 造物の主 “zōbutsu no shu” (Al-Khaliq, Maha Pencipta)
- 造化の主 “zōka no shu” (Al-Bari’, Maha Mengadakan)
- 慈悲あまねく “jihi amaneku” (Ar-Rahman, Maha Pemurah)
- 慈愛深き御方 “jiai fukaki okata” (Ar-Rahim, Maha Penyayang)
- 至高の王者(主権者)”shikō no ōja (shukensha)” (Al-Mulk, Maha Menguasai)
- 偉力ならびなく全能 “iryoku narabinaku zen’nō” (tidak ada yang setara dengan-Nya)
- Rasulullah
- 指導者”(shidō-sha” (pembimbing)
- アッラーの使徒 “Allah no shito” (Rasulullah)
- Rukun Islam
- イスラームの五行(行うこと)”Isurāmu no gogyō (okonau koto)” (5 hal yang harus dilakukan)
- 信仰告白(シャハーダ)”shinkō kokuhaku (shahāda)” (syahadat)
- 礼拝(サラート)”reihai (sarāto)” (shalat)
- 喜捨(ザカート)”kisha (zakāto)” (zakat)
- 断食(サウム)”danjiki (saumu)” (puasa)
- 巡礼(ハッジ)”junrei (hajji)” (haji)
- Rukum Iman
- イスラームの六信(信じること)”Isurāmu no rokushin (shinjiru koto)” (6 hal yang perlu dipercaya)
- 唯一全能の主(アッラー)”yuiitsu zen’nō no omo” (Allah)
- 天使の存在(マラーイカ)”tenshi no sonzai” (Malaikat)
- 啓典は主の啓示(キターブ)”keiten wa omo no keiji” (Kitab)
- 主の使徒(ラスール)”nushi no shito” (Rasul)
- 来世の存在(アーヒラ)”raise no sonzai” (Akhirat)
- 定命(カダル)”jōmyō” (Qadar)
Kondisi Jepang saat ini
Salah satu masalah utama di Jepang saat ini adalah berkurangnya jumlah populasi.
- Sedikit anak dan banyak orang tua. Usia kerja di Jepang saat ini adalah hingga usia 75 tahun, dan baru dianggap orang tua ketika berusia 80 tahun. Terdapat fenomena dimana orang tua berusia 70 mengurus orang tua yang berusia 90 tahun.
- Usia nikah yang semakin lambat.
- Angka kelahiran yang rendah.
Jepang ke depannya
Terkait permasalahan populasi yang disebut di atas, orang Jepang sudah menyadari dan mulai mencari solusi. Beberapa di antaranya:
- Hidup dengan sederhana dan minimalis.
- Berubah dari “mono no jidai” (fokus sebagai produsen) menjadi “kokoro no jidai“ (lebih memperhatikan jiwa). Sebagai contoh, peraturan terkait larangan lembur. Sementara itu, Islam memperhatikan lebih dari jiwa manusia, yakni terkait ruh (tamashi no jidai)
- Berubah dari individualis (kojin suji) menjadi lebih berbagi (kyōyū suru jidai).
Islam yang memiliki konsep self control dan ukhuwah seharusnya bisa menjadi solusi atas permasalahan orang Jepang.