Hijrah di Masa Pandemi dan di Era Digital

Published by forkitajp on

Bagian 1: Hijrah di Masa Pandemi

Hakekat pandemi

Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah; dan barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS At-Taghabun: 11)

Allah mengingatkan kita untuk selalu positive thinking. Apa yang terjadi adalah dengan izin Allah, berarti itu yang terbaik untuk makhluk-Nya.

Kebaikan apa saja?

  1. Kesempatan untuk berpikirOrang-orang yang kafir bagi mereka azab yang keras. Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal salih bagi mereka ampunan dan pahala yang besar.” (QS Fatir: 47)Ali bin Abi Thalib mengatakan bahwa mereka yang sudah meninggal dan berada di alam kubur ingin kembali lagi ke dunia. Sayang jika mereka yang masih diberi waktu, umur, dan kesehatan tidak menggunakan kesempatan itu untuk beribadah.

    Di saat pandemi ini, banyak berita kematian. Kita yang di masa pandemi ini masih diberi kesempatan oleh Allah untuk menjalankan kehidupan kita, sebaiknya refleksi kembali dan berusaha untuk berbuat yang terbaik.

  2. Kesempatan hijrah saat pandemik.Uqbah bin ‘Amir bertanya kepada Rasulullah SAW saat beliau bercerita tentang wabah, “Apa itu keselamatan?”, dan Nabi SAW menjawab “Jaga lisanmu, tetaplah di rumahmu, tangisilah dosa-dosamu.” (HR Tirmidzi 206)Menurut Imam Syauqani dalam Faidh Al-Qadir, berdiam di rumah adalah ketika ada fitnah (termasuk wabah atau pandemi), berdiam lebih lama di rumah dengan perbanyak ibadah, isi dengan hal-hal yang bermanfaat.

    Dalam Tuhfah Al-Ahwadzi (7:132), “tetaplah di rumah” juga berarti menyibukkan diri dengan hal-hal yang mendekatkan dengan Allah, bersendirian jauh dari yang lain, menyadari kekurangan diri, introspeksi diri. Aktivitas bisa seperti beres-beres, baca buku, mengikuti kajian.

    Menurut Imam Ath-Thibiy yang dimaksud dengan “tangisilah dosa-dosamu” adalah menyesali dosa-dosa dengan menangisinya. Ada keterkaitan antara dosa dengan wabah (atau pandemi) yang terjadi.

    Yakin bahwa yang ditakdirkan Allah adalah yang terbaik, berbaik sangka terhadap Allah.

    Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin, semua urusannya adalah baik baginya. Hal ini tidak didapatkan kecuali pada diri seorang mukmin. Apabila mendapatkan kesenangan, dia bersyukur, maka yang demikian itu merupakan kebaikan baginya. Sebaliknya apabila tertimpa kesusahan, dia pun bersabar, maka yang demikian itu merupakan kebaikan baginya.” (Hadits shohih. Diriwayatkan oleh Muslim, no. 2999 dari Abu Yahya Shuhaib bin Sinan radhiyallahu ‘anhu).

  3. Kesempatan menambah ilmu agama (terutama yang terkait dengan pandemi), seperti:
    • Bolehkah tidak shaum untuk menjaga imunitas?
    • Bagaimana hukum suntik multivitamin saat shaum?
    • Bagaimanakah hukum shaum bagi yang PDP?
    • Bolehkah sholat menggunakan masker?
    • Bolehkah zakat disegerakan?
    • Bagaimanakah hukum thaharah dan sholat saat menggunakan APD?
    • Bolehkah zakat untuk pembelian APD?
    • Bagaimanakah meraih lailatul qadr di rumah?
    • dll

Sesi Tanya Jawab

  • Bagaimana mengatasi kejenuhan di waktu lapang?
    Variasikan aktivitas dan ibadah. Misal sholat berjamaah, bergantian kultum, cari buku yang bisa dibaca bersama keluarga atau teman, buat hal-hal yang menarik untuk diskusi, cari aktivitas lain yang refreshing seperti bersih-bersih, menanam tanaman.
  • Apakah takdir keburukan dari Allah?Semua takdir berasal dari Allah. “Dan Kami akan menguji kalian dengan hal yang menyenangkan dan tidak menyenangkan.” (QS Al-Anbiya: 35). Keburukan yang terjadi secara kolektif juga dari Allah. Pasti ada kebaikan yang Allah maksudkan, seperti menguji keimanan.Kalau pun ada kerja syaithan yang menganggu manusia, pasti ada kebaikannya, misalnya untuk menguji keimanan manusia.

    Tanda dari seseorang cinta Allah SWT adalah ketika ia dekat dengan Allah apapun keadaan yang sedang menimpanya, susah atau senang, kaya atau sempit hartanya, dll.

  • Apakah mengadu kepada Allah termasuk kufur nikmat?Bukan. Ketika terjadi musibah (atau hal yang tidak menyenangkan), bukan sebuah aib jika ingat kepada Allah. Sudah fitrah manusia untuk mengadu kepada Allah dan bergantung kepada-Nya.Tetapi ingat, jangan sampai ketika diberi kemudahan kita lupa terhadap apa yang diminta dan dijanjikan sebelumnya, seperti kisah “orang-orang yang Allah ombang-ambingkan dan mereka meminta pertolongan Allah, namun ketika Allah selamatkan mereka lupa.”
  • Bagaimana mengajak teman untuk sholat, karena teman orang-orang terdekat yang sholat kurang memiliki perilaku yang baik?Analisa dulu kenapa dia tidak sholat. Jika karena kurang pemahaman, beri edukasi untuk sholat. Misal, tentang shalat ketika perang. Ketika perang saja Allah masih tidak meminta kita untuk berhenti sholat, apalagi kita yang dalam keadaan tidak perang. Jika karena akhlak teman yang lainnya, jadikan kita sendiri sebagai teman baiknya dan tunjukkan akhlak yang baik.
  • Kenapa orang-orang baik yang kena corona, bukan para koruptor?Terminologi untuk musibah itu bisa berubah; ujian bagi orang beriman untuk meninggikan derajatnya, dan teguran/azab bagi orang-orang yang bermaksiat. Ketika orang yang bermaksiat tidak terkena musibah, jangan dikira Allah lalai terhadap mereka.

Bagian 2: Hijrah di Era Digital

Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia; sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai.” (QS Ar-Ruum: 7)

Allah seolah menyindir manusia yang ketika berkaitan dengan akhirat banyak yang lalai. Padahal ketika berkaitan dengan dunia, mereka selalu update, selalu mengikuti versi barunya. Semestinya kemajuan di dunia, seperti teknologi, memudahkan kita untuk mendekatkan diri kepada Allah.

Menurut Imam Ibnu Katsir dalam Tafsir Al-Quran Al-‘Azhim mengenai ayat ini, “Artinya kebanyakan manusia tidak memiliki ilmu kecuali untuk urusan dunia, tata cara menggapainya, tetek bengeknya serta perkara apa saja yang ada di dalamnya. Mereka adalah orang-orang cerdas sampai tahu celah-celahnya. Namun untuk akhirat tidak demikian, seperti halnya orang yang tidak memiliki akal dan pikiran.

Teknologi yang harusnya menjadi fasilitas bagi kita untuk beribadah malah menjauhkan kita dari Allah, kita banyak mengisi dengan hal yang tidak bermanfaat, kita malah jarang bersilaturahim dengan saudara, dan sebagainya.

Era digital ini juga membuka celah bagi kita untuk memperbanyak dosa karena menyebarkan berita yang tak benar.

Cukuplah menjadi pendusta seseorang yang menceritakan ulang semua apa yang telah ia dengar.” (HR Muslim). Hadist ini mengajarkan kita untuk “saring sebelum sharing.” Maka kita harus berhijrah dengan cara menyeleksi informasi; perlu tidak disampaikan ke orang dan juga mengecek kevalidan informasi yang kita terima.

Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah, dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS Al-Baqarah: 218)

Di tengah kemudahan informasi, maka bawalah nilai-nilai hijrah di sana. Kita harus khawatir, jangan sampai kemudahan ini membawa dosa pada kita dengan terus mengingat kematian. Jangan sampai akhir hidup kita diwarnai dengan status tidak baik di media sosial kita, foto kita yang tidak pantas, dll, karena “Sesungguhnya amalan itu dilihat dari akhirnya.” (HR Bukhari 6607)

Dengan terus mengingat ini kita akan makin bijak menggunakan media sosial. Jangan sampai Allah mencabut nyawa kita saat kita bermaksiat atau menyia-nyiakan waktu di media sosial. Kalau saat ini kita masih seperti itu, ayo segera hijrah agar penghujung hidup kita berakhir dengan baik. Meninggal saat mendengar kajian di gadget, saat kita mendengarkan murottal, dll.

Di antara kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak bermanfaat.” (HR Tirmidzi, 2317)

Para ulama sepakat semua teknologi (termasuk media sosial) hukumnya adalah bergantung pada niat dan motivasi penggunanya. Maka kita dituntut untuk bijak menggunakan teknologi. Seperti contohnya kisah di Taiwan, mereka mengadakan pengajian masif telekonferensi dengan memanfaatkan biaya gratis sesama provider.

Doa: “Ya Allah, aku meminta perlindungan pada-Mu dari kejelekan pada pendengaranku, dari kejelekan pada penglihatanku, dari kejelekan pada lisanku, dari kejelekan pada hatiku, serta dari kejelekan pada mani atau kemaluanku).” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi. Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan.)

Perlu memperhatikan bagaimana waktu kosong kita gunakan, karena Allah akan menanyakan sebagaimana yang tertera pada Quran Surah At-Takasur ayat 8.

Teknologi jika digunakan untuk hal yang bermanfaat akan menjadi sangat baik, dan sebaliknya, jika tidak akan menjadi buruk.

Sesi Tanya Jawab

  • Menyikapi orang yang meninggalkan Islam karena menurutnya orang beragama tidak membuat seseorang menjadi baik.Pertama, bedakan Islam dengan kaum muslim. Ketika kaum muslim melakukan kesalahan, jangan menyalahkan Islam. Jika orangnya senang berdebat, tidak perlu ditanggapi debatnya. Cukup tunjukkan dengan akhlak.
  • Stiker doa, valid atau tidak? Apakah kita harus melafalkannya?Kita perlu memilih yang tepat untuk merespon seseorang, misalnya sebisa mungkin tidak klik tombol like untuk postingan duka. Tapi perlu dipahami juga, mungkin ada orang-orang yang sangat sibuk hanya bisa lihat sekilas jadi responnya seperti itu. Untuk stiker juga, alangkah baik jika diucapkan langsung.
  • Pasang status pencapaian, sebagai tanda syukur atau tidak?Apakah syukur atau pamer, cara membedakannya simpel. Lebih dominan mana, menonjolkan diri atau memberikan pengalaman yang bermanfaat. Tapi sebaiknya jangan terlalu vulgar, seperti sabda Rasulullah untuk menutupi kebaikan.
  • Bagaimana menyikapi entertainment teknologi saat ini?Cari aktivitas-aktivitas motorik lebih banyak, agar tidak terlalu bergantung dengan gadget. Meski banyak yang bermanfaat, batasi waktu untuk menggunakannya.
  • Bagaimana menyikapi sensor untuk sharing berita-berita Islam?Cukup diambil faktanya saja, jika mau share untuk kebaikan. Tidak perlu ditambah opini/komentar kita, jangan dinyinyirin. Kalau sudah begitu dan tetap pihak platform memblokir, ya sudah. Tinggal buat akun lain. Akan lebih baik jika muslim memiliki teknologi serupa yang bisa menggantikan.

Artikel ini merupakan notulensi Pelita Tsukuba 1442 sesi ketiga oleh Fatina Putri, dengan topik “Hijrah di Masa Pandemi dan di Era Digital” dan narasumber Dr. Agus Setiawan, Lc., M.A.