Kontribusi Hijrah dalam Membina Perilaku Sosial

Published by forkitajp on

Muqaddimah

Untuk hijrah, siapa pun bisa melakukannya. Tetapi yang berat adalah istiqomah karena butuh tekad dan kesabaran. Maka dari itu membutuhkan pembinaan. Tidak sedikit orang yang “U-turn” atau putar balik, sudah hijrah tapi kemudian kembali lagi ke kehidupan sebelum hijrah.

Materi

Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu.” (QS Asy-Syams: 9)

Allah memuji orang yang mensucikan jiwa, bukan orang sudah suci. Karena biasanya orang yang merasa dirinya sudah suci itu cenderung berpuas diri. Allah memuji orang yang terus berusaha untuk menjadi lebih baik, berusaha membina diri. Karena di situlah tantangannya.

Nabi pernah bertanya kepada sahabat, “Sedekah yang bagaimana yang paling besar pahalanya?” Sahabat menjawab “Allah dan Rasul-Nya yang paling tahu.” Jawaban Rasulullah adalah, “Sedekah yang paling besar pahalanya adalah engkau bersedekah dalam keadaan sehat, dalam keadaan pelit, banyak kebutuhan, dan masih ingin kaya.

Para ulama hadist memasukkan hadist ini tidak dalam bab sedekah, tapi dalam bab mujahadah, di saat seseorang berusaha memenangkan pertarungan batin dalam hatinya?

Dalam buku As-Shirah An-Nabawiyah karangan Ibnu Hisyam (1:365), kita dapati Rasulullah SAW juga melakukan pembinaan secara terus-menerus kepada para sahabat yaitu di rumah Arqam bin Abil Arqam. Ada beberapa hikmah dari pemilihan rumah Arqam bin Abil Arqam untuk tempat pembinaan:

  1. Rumah tersebut terletak di atas Bukit Shafa, sehingga untuk ke sana perlu usaha yang lebih dan pintu belakangnya bisa dimasuki tanpa bisa dilihat oleh orang lain. Rasulullah mejadikannya pusat dakwah di tahun kelima kenabian.
  2. Suku Makhzum kurang akrab dengan Suku Quraisy, sehingga tidak terpikir oleh kafir Quraisy jika Rasulullah dan para sahabat melakukan aktivitas di rumah Arqam bin Abil Arqam yang merupakan seorang “musuh” karena ia berasal dari Suku Makhzum.
  3. Arqam bin Abil Arqam adalah seorang yang masih muda, jadi dianggap tidak mungkin Nabi dan para sahabat yang lebih senior mengadakan acara pembinaan di rumah anak muda.

Di rumah inilah Nabi fokus membina para sahabat setelah mereka hijrah dari kekufuran ke Islam. Jadi kita pun harus demikian, tidak cukup hanya hijrah tapi harus ikut pembinaan yang berkelanjutan.

Di Madinah pun para sahabat terbiasa untuk membina dan dibina. Abdullah bin Rawahah RA ketika bertemu sahabat sering berkata “Ayo, kita duduk menambah keimanan dengan sesaat.” Abu Darda’ RA berkata, “Ayo, mari kita beriman (menambah keimanan) sesaat.” Muadz bin Jabal RA berkata, “Mari duduk kita beriman (menambah keimanan) sesaat”.

Tradisi pembinaan merupakan “recharge secara terus-menerus” baterai keimanan kita.

Hijrah memang banyak godaannya, maka bertahanlah meski yang kita lalui begitu sulit. Ada godaan untuk kembali ke zaman jahiliyah kita.

Hijrah memang butuh proses, tidak mengapa walau hijrah yang kita lakukan bertahap, asal tetap istiqomah. Maka sekali lagi untuk menjaga keistiqomahan ini kita butuh pembinaan.

Mengubah penampilan menjadi lebih salih dan salihah, siapa pun pasti bisa. Tetapi mengubah diri menjadi lebih salih, perlu yang namanya pembinaan dan kegigihan. Hijrah tidak boleh berhenti di casing tapi harus menyentuh pemikiran dan akhlak kita. Hijab kita hendaknya bisa menghijabi pergaulan kita dengan lawan jenis.

Salah satu target dari pembinaan berkelanjutan adalah kita memiliki wawasan keislaman yang jelas. Jangan sampai orang hijrah malah memiliki pemahaman yang parsial tentang Islam. Gambaran Islam yang jelas itu ada dua:

  1. Syamil (komprehensif). Islam tidak sekedar hal ini atau itu. Bukan ritual saja tapi meliputi dimensi sosial, ekonomi, politik, dll.“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS Al-Baqarah: 208)Jangan sampai kita anggap Islam hanya berkaitan dengan masjid. Bawa Islam ke tempat kerja kita agar kita bekerja dengan menerapkan prinsip Islam (tidak korupsi, dll).
  2. 2. Shohih (benar). Contoh pemahaman Islam yang tidak shohih adalah menganggap nilai Islam dan agama yang lain itu sama saja.

Jika kita punya dua gambaran ini maka kita akan paham bahwa Islam adalah minhajul hayat, panduan hidup kita di segala aspek.

Hal kedua yang kita harapkan dari pembinaan adalah “menciptakan interaksi kita dengan Islam” (taaful), yang meliputi dua hal:

  1. Dakhily (jiwa). Terjadi internalisasi/penghayatan Islam sehingga kita tercelup (ter-shibghoh) dengan Islam. Sehingga menghasilkan i’tiqad (berkeyakinan) Islam. Aqidah kita bersih dan jauh dari kemusyrikan. Lalu syu’ur (perasaan) kita juga tercelup Islam sehingga kita bisa bersimpati dengan penderitaan umat muslim yang lain. Dan kemudian fikr (cara berpikir) kita pun juga Islami.
  2. Khoriji (raga). Nilai Islam dapat mengubah karakter (simaat) dan penampilan kita menjadi Islami. Tidak hanya hati dan pikiran kita yang Islami, tapi penampilan kita juga merefleksikan keislaman (kerapian, kebersihan sesuai dengan yang diajarkan Rasulullah). Dan kemudian akhlak kita juga memancarkan nilai Islam. Lebih rajin sholat dan berdakwah, lebih santun, dll.

Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS Al-Baqarah: 218)

Sesi Tanya Jawab

  • Cara membina mualaf Jepang agar tertarik dan tetap istiqomah dalam Islam di tengah kekhawatiran mereka akan dikeluarkan dari komunitasnya jika memeluk Islam.Negara yang pembinaan mualafnya bagus, misalnya Kuwait, yang mungkin bisa diambil pelajarannya. Ketika mereka menerima orang bersyahadat maka mualaf tersebut diangkat sebagai dai untuk berdakwah. Karena saat orang masuk Islam, semangat belajar masih tinggi. Ada beberapa keuntungan:
    1. Menjaga konsistensi.
    2. Mualaf tersebut ketika menemui keluarga atau teman maka dia akan banyak ditanya, yang mungkin ia sendiri juga tidak tahu, sehingga ia haus untuk mencari jawaban dan terus balik ke syaikh untuk bertanya-tanya.
    3. Karena ia sudah paham kebiasaan teman atau komunitasnya maka lebih mudah menyampaikan Islam.

    Untuk konteks kejepangan, mungkin mualaf bisa diajak diskusi atau diundang untuk memberikan testimoni setelah kita ajari mereka tentang ajaran Islam. Agar mereka merasa diakui dan menghilangkan sekat antara kita dengan mereka.

  • Bagaimana menghadapi mualaf Jepang yang mengeluh bisnisnya sepi sejak disertifikasi halal?Harus ada penguatan aqidah mereka. Pahamkan tentang ujian Allah agar kita naik kelas, bimbing untuk berdoa dan menyusun strategi marketing, dll.
  • Syarat dan tips mencari tempat pembinaan. Apakah cukup belajar melalui media online dan secara mandiri?Kalau pembinaan harus sistematis, sedangkan media online hanya memenuhi aspek wawasan. Setelah hijrah, harus terus bersemangat untuk perbaikan diri sehingga harus ada pembinaan sistematis. Dari yang wajib dulu, dari sholat kemudian cara membaca Quran. Pembina tidak hanya orang yang mengajari kita, tapi juga meluruskan dan menyemangati kita.
  • Rekomendasi jamaah untuk hijrah dan warning agar tidak tersesat?A: Ada 10 kriteria MUI (Majelis Ulama Indonesia) mengenai aliran sesat. Misalnya, aliran yang menolak hadist nabi, menghina sahabat, melabeli umat yang di luar kelompoknya adalah kafir meskipun mereka adalah Muslim, dll. Maka harus kita periksa dulu benar-benar sebelum memutuskan bergabung.
  • Cara mengatasi kekecewaan ketika sudah bergabung di komunitas kajian.A: Salah satu tantangan hijrah adalah jangan sampai kita baperan dan niatkan bahwa kita hijrah itu karena Allah SWT. Begitu juga ketika kita bergabung di komunitas hijrah/kajian.“Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Rabb-nya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka …” (QS Al-Kahfi: 28)

    Di ayat ini Allah memerintahkan kita untuk bersabar ketika bersama dengan orang shalih. Ketika bergabung dengan komunitas hijrah atau komunitas pembinaan, kita harus banyak bersabar. Karena materi sabar kita dapatkan di kajian, tapi praktek sabar justru kita dapat dengan teman kajian. Sebagai contoh, janjian dengan teman tapi ternyata yang bersangkutan terlambat.

    Kita harus paham bahwa kita juga tak sempurna, mungkin kita juga pernah membuat orang kecewa. Ajang untuk saling menasihati dan saling memperbaiki diri itu ada di kajian pembinaan. Inilah yang membuat beda dengan kajian online yang hanya memberi wawasan, yang ibaratnya sebagai tempat menanam benih. Setelahnya, butuh pembinaan teratur untuk merawat dan menumbuhkan menjadi tanaman.

    Jangan sampai kita keluar dari kajian hanya karena kecewa. Rasulullah menyarankan kita untuk tidak terpisah dan selalu bersama dalam pembinaan.

  • Ijtihad mengenai batas orang dikatakan sebagai mualaf.Hal ini sudah dibahas ketika membahas tentang mualaf yang berhak menerima zakat. Menurut kesepakatan ulama, batas mualaf adalah 5 tahun. Sayangnya di Indonesia belum ada konsep pembinaan mualaf yang terstruktur.
  • Bagaimana cara bersabar dengan kondisi terhimpit dan pelit sehingga yakin dan ikhlas bisa bersedekah?Kisah teman dari ibu ustadz (Ustadz Agus Setiawan) yang rajin membiayai kegiatan keislaman atau menjenguk muslimah yang sakit, tapi ternyata hidupnya sangat sederhana. Ketika ditanya kenapa kok bisa seperti itu padahal kondisinya sempit, maka jawabannya sungguh luar biasa; “Kan surga bukan cuma untuk orang kaya.” Makanya cara kita bisa sedekah di tengah kesulitan, kembali lagi ke pertanyaan “Apakah kita ingin masuk surga?” Apakah kita tidak malu dengan orang seperti ibu sederhana tersebut? Kuncinya adalah kita menangkan pertarungan batin dan banyak membaca kisah-kisah “perindu surga” dan amalan-amalan mereka agar kita termotivasi.
  • Cara menumbuhkan keistiqomahan remaja untuk taat beribadah, misalnya membaca QuranKeyword mendidik anak di atas 14 tahun adalah menumbuhkan kenyamanan agar mereka dekat dengan kita. Berilah dialog daripada instruksi, yang bisa membuat mereka menghindar dari kita karena kita dianggap membahayakan (memarahi, mengomeli). Jika pendekatan kita lebih akrab, maka akan terbangun trust dengan anak. Lalu bisa juga dibuat program keluarga dalam kebaikan agar anak tidak merasa hanya dia yang dituntut untuk melakukan kebaikan.
  • Cara menyucikan jiwa
    1. Kenali kekurangan kita
    2. Jaga sholat
    3. Tilawah. Ada dua macam tilawah: membaca dan menjadikan bacaan kita sebagi inspirasi/renungan
    4. Dzikir

Artikel ini merupakan notulensi Pelita Tsukuba 1442 sesi keempat oleh Elien Cynthia, dengan topik “Kontribusi Hijrah dalam Membina Perilaku Sosial” dan narasumber Dr. Agus Setiawan, Lc., M.A.