Meneladani Nabi Ibrahim AS

Published by forkitajp on

Berkisah tentang Nabi Ibrahim tentu akan sangat lekat dengan sebuah bulan yang utama yaitu bulan Dzulhijjah. Hari-hari yang paling utama adalah sepuluh hari di awal bulan Dzulhijjah. Adalah hari-hari terbaik di antara satu tahun. Hadist Rasulullah “Tidak ada hari-hari yang lebih Allah cintai untuk kita melakukan amal shaleh kecuali 10 hari di awal bulan Dzulhijjah”. Dari tanggal 1 hingga 10. Juga dicantumkan dalam Surah Al-Fajr ayat 2. Layaalin ‘asyr menurut para ulama adalah 10 hari di awal bulan Dzulhijjah untuk siangnya dan 10 hari di akhir Ramadhan untuk malamnya.

Amalan yang dianjurkan untuk dilakukan dalam 10 hari di awal Dhul-Hijjah adalah:

  1. Memperbanyak mengumandangkan takbir, tahmil, tahlil. Dapat dilakukan sendiri-sendiri.
  2. Berkurban. Unta atau kambing (domba) atau sapi (kerbau). Rasulullah mengancam orang-orang yang memiliki kelebihan harta namun tidak mau berkurban, dilarang dekat-dekat tempat mushala (lapangan tempat shalat Eid). Hukum berkurban menurut salah satu mazhab, minimal seumur hidup sekali. Dalam QS Al Kaustar kata “an-har” diartikan sebagai perintah menyembelih hewan kurban.
  3. Shaum Arafah. Dilaksanakan pada tanggal 9 Dhul-Hijjah, dengan patokan daerah setempat. Bukan berpatokan dari jadwal yang ada di Makkah. Keutamaan shaum di (satu) hari ini adalah diampuninya dosa di tahun lalu dan tahun ini. Di dalam riwayat lain disebutkan tahun lalu dan yang akan datang. Memperbanyak puasa juga dianjurkan di bulan Dhul-Hijjah dapat dilakukan dari tanggal 1 hingga 9.
  4. Haji. Merupakan salah satu dari rukun islam, penyempurna keislaman. Allah wajibkan bagi yang mampu. Perintah berhaji sudah ada dari zaman Nabi Adam as, kemudian disempurnakan syariatnya oleh Nabi Ibrahim dan penyempurnaan terakhir oleh Nabi Muhammad saw. Hal ini terkait dengan firman Allah bahwa rumah pertama bagi manusia adalah di Bakkah. Bakkah memiliki 2 arti yaitu tempat untuk berkumpul dan tempat manusia menangis. Rasulullah bersabda yang artinya “Haji mambrur, yang diterima Allah, tidak ada balasan setimpal kecuali Jannah”. Bahkan menginginkan mati di tanah suci diperbolehkan. Sesuai dengan hadits Nabi “barang siapa yang ingin mati, inginkanlah mati di Madinah”.
  5. Jika tidak berhaji, ada dua hal yang perlu dilakukan. Pertama, minta disampaikan salam kita ke Rasulullah. Kedua, minta dido’akan atas hajat-hajat kita. Seluruh do’a orang yang sedang wukuf di Arafah itu mustajab.

Terkait haji dan syariat yang diteladani dari Nabi Ibrahim, maka tempat teristimewa adalah Makkah. Awalnya tempat ini adalah tempat yang tandus, tanpa orang, tanpa makanan. Di dalamnya ada ka’bah yang pertama kali dibangun oleh Nabi Adam. Banjir bandang di zaman Nabi Nuh menenggelamkannya hingga pondasi Ka’bah runtuh. Tiang-tiang ka’bah dibangun kembali oleh Nabi Ibrahim dan Ismail. Nabi Ibrahim membangun setengah dari bangunan ka’bah yang dibangun Nabi Adam yang awalnya berbentuk persegi Panjang. Setengah bagian lainnya berbentuk letter U (hijr Ismail). Sehingga shalat di hijr Ismail termasuk shalat di dalam ka’bah.

Berkembangnya Makkah diawali dengan menetapnya Ibunda Hajar beserta bayi Ismail disana. Nabi Ibrahim harus rela meninggalkan istri dan anak pertamanya itu yang baru beliau dapatkan pada usia 86 tahun. Nama Ismail berasal dari Bahasa ibrani yang artinya sami’allahu du’ai (Allah mendengar do’aku). Dikisahkan ketika Hajar dianugerahi seorang bayi tidak berapa lama setelah pernikahannya, Sarah istri pertama Nabi Ibrahim as marasa cemburu. Dari kecemburuan ini muncul sebuah syariat yang mendatangkan kebaikan. Hajar dilubangi 3 lubang, dua di telinga kanan dan kiri, satu di kemaluan (khitan). Untuk menghindari kecemburuan berkepanjangan, Nabi Ibrahim berdo’a hingga datang petunjuk dari Allah, Nabi Ibrahim diperintahkan untuk menempatkan bayi Ismail dan Hajar di tempat yang tandus. Nabi Ibrahim menyerahkan perlindungan anak dan istrinya kepada Allah dan membekali mereka dengan do’a yang diabadikan di Quran Surah Al-Baqarah dengan kandungan do’a sebagai berikut:

  1. Menjadikan istri dan anak keturunannya mendirikan shalat. Karena shalat adalah penghubung manusia dengan Allah. Waktu untuk beristirahat. Membahagiakan dan menenangkan hati.
  2. Menjadikan hati manusia cenderung (kasihan) kepada mereka, sehingga terhindar dari kejahatan.

Setelah mengantarkan Hajar dan Ismail, dan bergerak kembali ke Palestine, Nabi Ibrahim dicegat dan ditanya oleh Hajar “ila aina tazhabun” (mau kemana engkau?) dua kali. Namun Nabi Ibrahim tidak kuasa menjawab karena sedih hati. Dipertanyaan ketiga Hajar mengganti bentuk pertanyaannya menjadi “a Allahu amaraka haza” (apakah Allah yang memerintahkan kamu untuk berlaku seperti ini?). Nabi Ibrahim menjawab “ya”. Hajar dengan keimanannya dengan ikhlas dan tegar menerima perlakuan seperti ini. Hajar memberikan teladan bagi kita terutama para Akhwat untuk cerdas dalam bertanya terutama kepada orang yang dalam keadaan sulit menjawab, buatlah pertanyaan yang memudahkannya menjawab. Dari Hajar juga kita belajar tentang aqidah yang kuat bahwa jika Allah yang menghendaki sesuatu, maka Allah tidak akan menyia-nyiakan keta’atan hamba-Nya. Allah menjamin rezekinya.

Setelah 3 hingga 4 hari perbekalan habis, Hajar mencari orang yang sekiranya dapat menolongnya ke Shafa lalu ke marwa bolak-balik hingga pada sa’I yang ketujuh Hajar mencari Allah. Hanya dengan berkata “Allah…”, keluarlah air dari bawah kaki bayi Ismail. Air itu tergenang di pelataran masjidil Haram. Hajar turun dari tempat sa’I lalu berkata “zam-zam” yang artinya “berkumpullah”. Usaha Hajar ini mencegah Makkah dari banjir. Dari sini kita belajar bahwa jika bertawakkal kepada Allah, menyerahkan hidup mati kepada Allah, Allah akan cukupi. Allah keluarkan dari segala masalah, bahkan dalam hal yang menurut kita tidak mungkin. Karena Allah Maha Kuasa, sedang kita lemah. Rasulullah mengajarkan kita untuk berdo’a “Ya Allah, jangan serahkan segala urusan kepada diriku sekejap matapun”.

Kajian Islam Kimochi #134

Artikel ini merupakan rangkuman sesi kedua Kajian Islam Kimochi edisi 134 yang disampaikan oleh Ustadz Muhammad Kasif Heer, S.Pd.I pada Ahad, 19 Agustus 2018 M (7 Dzulhijjah 1439 H) di Masjid Indonesia Tokyo.

Rekaman Kajian Islam Kimochi #134

> Sesi 1 oleh Ustadz Jailani Abdul Salam, Lc., M.A.
> Sesi 2 oleh Ustadz Muhammad Kasif Heer, S.Pd.I

Kajian Islam Kimochi #134

Posted by Forkita Jepang on Saturday, August 18, 2018


Kontributor: K. Amila