Fikih Haji & Umrah (2): Thawaf & Sa’i

Published by forkitajp on

Rukun Haji dan Umrah 1: Ihram (Lanjutan)

Larangan-larangan Ihram

  1. Memakai penutup kepala. Adapun memakai payung, berlindung di bawah pohon, atau mengangkat barang di atas kepala, maka hal tersebut dibolehkan.
  2. Memotong dan memendekkan rambut, baik rambut sendiri maupun rambut orang lain yang sedang ihram. Sedangkan memotong rambut orang lain saat tahallul, meskipun dirinya masih dalam keadaan ihram, maka dibolehkan.
  3. Memotong kuku.
  4. Menyentuh atau memakai parfum.
  5. Memakai pakaian berjahit, sebagaimana sudah dijelaskan pada pertemuan sebelumnya.
  6. Kafarat bagi yang melanggar larangan nomor 1-5 di atas adalah sebagaimana disebut dalam Al-Quran Surah Al-Baqarah:196, yaitu membayar fidyah yaitu puasa tiga hari atau memberi makan enam orang miskin atau memotong seekor kambing.

  7. Berburu binatang. Kafaratnya adalah memotong binatang yang sejenis dengan yang diburunya.
  8. Rafats, yaitu hal-hal yang mengarah pada hubungan seksual. Rafats ini terbagi menjadi dua. Jika rafatsnya berupa bercumbu dengan pasangan, maka dendanya adalah membayar dam berupa menyembelih seekor kambing. Jika rafatsnya berupa berhubungan suami-istri, maka kafaratnya lebih berat (dijelaskan di poin 9).
  9. Menikah, menikahkan, maupun mengkhitbah/melamar. Tidak ada kafarat untuk pelanggaran ini, hanya saja ia wajib bertaubat dan beristighfar.
  10. Berhubungan suami-istri, dendanya adalah sebagai berikut:
    1. Hajinya tidak sah, tetapi harus diselesaikan sampai akhir.
    2. Wajib mengulang hajinya di tahun berikutnya.
    3. Membayar dam berupa memotong seekor unta.

Masa ihram bergantung pada haji/umrahnya. Ihram dimulai sejak kita melafalkan niat ihram hingga selesai tahallul. Untuk umrah, tahallulnya adalah setelah selesai sa’i. Sedangkan tahallul haji waktunya lebih lama. Tahallul haji bisa dilakukan jika seseorang telah melakukan 2 dari 3 amalan berikut (tahallul awwal):

  1. Melontar jumrah aqabah.
  2. Thawaf ifadhah.
  3. Mencukur rambut.

Jika seseorang telah melakukan tahallul awwal, maka dia boleh melakukan hal-hal yang dilarang selama ihram, kecuali nomor 9 (berhubungan suami-istri), sedangkan jika telah melakukan tahallul tsani (telah melakukan ketiga amalan di atas) maka dia boleh melakukan hal-hal yang dilarang selama ihram seluruhnya.


Rukun Haji dan Umrah 2: Thawaf

Thawaf yaitu mengelilingi ka’bah sebanyak tujuh putaran.

Syarat-syarat Thawaf

  1. Niat.
  2. Suci dari hadats dan najis. Menurut jumhur ulama, syarat thawaf adalah suci dari hadats dan najis. Jika di tengah thawaf seseorang wudhunya batal, maka ada beberapa pendapat:
    1. Ia harus wudhu dan mengulang thawafnya dari awal.
    2. Ia harus wudhu dan melanjutkan thawafnya dari mana ia berhenti.
    3. Ia melanjutkan thawaf tanpa berwudhu.
  3. Menutup aurat.
  4. Dilakukan di dalam masjid/mathaf. Yang perlu diperhatikan adalah tidak boleh thawaf di tempat sa’i, karena dia bukan termasuk dalam Masjidil Haram.
  5. Ka’bah berada di sisi kiri orang yang sedang thawaf.
  6. Dilakukan sebanyak tujuh putaran, dimulai dari Hajar Aswad atau sejajar dengannya.
  7. Dilakukan bersambung dalam sekali waktu tanpa jeda.

Sunnah-sunnah Thawaf

  1. Raml, yaitu berjalan cepat bagi laki-laki pada tiga putaran pertama, untuk thawaf qudum (thawaf pertama ketika datang di Masjidil Haram).
  2. Idthiba’, yaitu membuka bahu kanan dari kain ihram. Hanya disunnahkan untuk thawaf qudum.
  3. Mencium Hajar Aswad. Jika tidak mampu, maka hendaknya menyentuh/mengusap. Jika tidak mampu, maka cukup dengan isyarat lambaian tangan/tongkat.
  4. Membaca “Bismillahi Allahu Akbar” pada saat akan memulai thawaf.
  5. Berdoa dan berdzikir ketika thawaf. Tidak ada doa-doa khusus dalam setiap putaran thawaf, kecuali doa di antara Rukun Yamani dan Hajar Aswad yaitu membaca “Robbanaa aatinaa fid dunyaa hasanah wa fil aakhirati hasanah wa qinaa adzaaban naar.
  6. Mengusap Rukun Yamani, yaitu sisi Ka’bah sebelum Hajar Aswad. Jika tidak mampu mengusap maka cukup melewati saja tanpa memberi isyarat.
  7. Berdoa di Multazam setelah selesai thawaf.
  8. Shalat dua rakaat setelah thawaf di belakang Maqam Ibrahim. Jika tidak mampu di belakang Maqam Ibrahim, maka boleh di mana saja di dalam Masjidil Haram.
  9. Meminum air zamzam.
  10. Kembali mencium Hajar Aswad jika mampu, kemudian menuju ke tempat sa’i.

Adab-adab Thawaf

  1. Dilakukan dengan khusyu’ dan takut kepada Allahﷻ.
  2. Hendaknya tidak berbicara, kecuali berbicara yang baik.
  3. Berlemah lembut dan tidak menyakiti jamaah yang lain.
  4. Memperbanyak dzikir, doa, dan shalawat kepada Nabiﷺ.

Rukun Haji dan Umrah 3: Sa’i

Sa’i adalah berjalan kaki dari Bukit Shafa ke Bukit Marwa sebanyak tujuh kali, dimulai dari Bukit Shafa dan berakhir di Bukit Marwa.

Syarat-syarat Sa’i

  1. Niat.
  2. Tertib, yaitu harus dilakukan setelah thawaf.
  3. Dilakukan bersambung dalam sekali waktu tanpa jeda, kecuali jeda untuk shalat fardhu.
  4. Dilakukan sebanyak tujuh kali.

Sunnah-sunnah Sa’i

  1. Berjalan cepat di antara dua tanda hijau untuk jamaah laki-laki.
  2. Naik dan berhenti di Bukit Shafa dan Marwa untuk berdzikir dan berdoa.

Adab-adab Sa’i

  1. Keluar melalui pintu Shafa, dan ketika mendekati Bukit Shafa, membaca ayat Al-Quran Surat Al-Baqarah: 158. Ayat ini hanya dibaca sekali saja, yakni ketika hendak memulai sa’i.
  2. Dilakukan dalam keadaan suci dari hadats dan najis.
  3. Memperbanyak dzikir dan doa, serta khusyuk dan tawadhu.

Sesi tanya jawab

  1. Thawaf bagi wanita yang sedang haid, bagaimana ketentuannya?
    Tidak boleh thawaf dalam keadaan haid. Jika hingga hendak pulang masih dalam keadaan haid, maka dalam keadaan darurat dia boleh thawaf ifadhah.

(Bersambung di Kajian Islam Kimochi 149 dengan tema Fiqih haji dan Umrah bagian 3, insya Allah.)

Artikel ini merupakan rangkuman Kajian Islam Kimochi edisi 148, sesi Serial Kajian Kitab Minhajul Muslim, yang disampaikan oleh Ustadz Jailani Abdul Salam, Lc., MA. pada Ahad, 5 Mei 2019 M (30 Sya’ban 1440 H) di Masjid Indonesia Tokyo.

Rekaman Kajian Islam Kimochi #148

> Sesi 1 oleh Ustadz Luthfi Baihaqi
> Sesi 2 oleh Ustadz Jailani Abdul Salam, Lc., M.A.



Kontributor: Hifni