Fikih Puasa (2): Syarat dan Rukun Puasa
Rukun Puasa
Rukun dalam ibadah adalah segala perkara yang jika ditinggalkan maka ibadahnya tidak sah. Rukun-rukun puasa ada tiga, yaitu:
- Niat, yaitu keinginan yang kuat untuk berpuasa karena semata-mata ingin melakukan perintah Allah ﷻ. Beberapa ketentuan dalam niat puasa:
- Waktu niat untuk puasa wajib adalah pada malam sebelumnya hingga sebelum fajar.
- Beberapa ulama membolehkan satu niat di awal bulan Ramadhan untuk berpuasa sebulan penuh, sebagian lagi menganjurkan untuk berniat puasa di setiap malam sebelum berpuasa.
- Waktu niat untuk puasa sunnah boleh dilakukan pada pagi hari dengan ketentuan belum makan dan minum sejak terbit fajar, sebagaimana hadits dari Aisyah.
- Imsak, yaitu menahan dari makan, minum, dan hal-hal yang membatalkan puasa.
- Zaman, yaitu di siang hari sejak terbit fajar hingga terbenam matahari, sebagaimana disebutkan dalam QS. Al-Baqarah:197. Dengan demikian puasa pada malam hari hukumnya tidak sah. Pada daerah yang wktu siang dan malamnya cukup singkat, maka diqiyaskan dengan daerah terdekat di mana siang dan malamnya masih dapat dibedakan dengan jelas.
Sunnah Puasa
Sunnah-sunnah puasa di antaranya adalah
- Menyegerakan berbuka puasa ketika sudah yakin matahari telah terbenam. Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa Rasulullah ﷺ tidak pernah shalat maghrib kecuali setelah berbuka puasa terlebih dahulu.
- Berbuka puasa dengan rutab (kurma baru/muda), atau tamar (kurma matang), atau dengan air dan disunnahkan dengan jumlah yang ganjil.
- Berdoa ketika berbuka puasa, dengan doa sebagai berikut:
“Allahumma laka sumna wa ala rizqika aftharna fataqabbal minna innaka anta as-samii’ul-alim.”
Artinya: “Ya Allah kami berpuasa kepada-Mu, dan berbuka dengan rizqi-Mu, maka terimalaha amal kami, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar dan Maha Mengetahui.”
Atau boleh juga dengan doa-doa dari riwayat yang lain atau doa-doa yang sesuai dengan hajatnya, karena waktu berbuka termasuk waktu yang diijabah doanya. - Makan sahur, karena dalam makan sahur terdapat barokah dan makan sahur membedakan puasa antara puasa ummat Islam dengan puasa Ahli Kitab.
- Mengakhirkan makan sahur. Waktu sahur adalah separuh akhir malam hingga beberapa menit sebelum fajar, dan waktu yang terbaik adalah sepertiga malam terakhir. Jarak antara berhenti makan sahur dengan adzan Subuh kira-kira 50 ayat Al-Quran (kira-kira 10-15 menit). Barangsiapa yang ragu dengan datangnya fajar, maka dia boleh makan dan minum sampai dia yakin bahwa fajar telah terbit.
Makruh dalam Puasa
Yang dimakruhkan dalam puasa antara lain:
- Berlebih-lebihan dalam berkumur-kumur dan menghirup air ketika berwudhu, karena dikhawatirkan akan ada yang tertelan.
- Perbuatan-perbuatan yang dapat menimbulkan syahwat (mencium istri, memikirkan tentang hal-hal seksual, menyentuh dan melihat istri dengan syahwat).
- Memasukkan/mengunyah sesuatu yang tidak ditelan (misalnya karet, obat gigi).
- Mencicipi makanan tanpa ada maslahat.
- Berkumur-kumur bukan untuk berwudhu.
- Memakai celak. Akan tetapi beberapa ulama ada yang membolehkan memakai celak, karena celak tidak dapat masuk ke dalam badan melalui rongga mata.
- Berbekam, jika dikhawatirkan dapat memperlemah kondisi tubuh.
Hal-hal yang Membatalkan Puasa
Hal-hal berikut termasuk membatalkan puasa dan harus mengqadha di hari lain tanpa harus membayar kaffarat:
- Segala sesuatu yang masuk ke dalam badan melalui saluran makanan dan minuman. Sedangkan infus, karena dia berfungsi menggantikan makanan, ada beberapa ulama yang berpendapat membatalkan puasa.
- Masuknya air yang berlebihan saat berwudhu.
- Keluarnya air mani karena dorongan syahwat.
- Muntah dengan sengaja.
- Makan, minum, dan melakukan hal-hal yang membatalkan puasa dengan paksaan.
- Makan dan minum karena mengira fajar belum terbit namun ternyata sudah, atau karena berbuka ketika mengira bahwa matahari sudah terbenam namun ternyata belum.
- Orang yang lupa, namun melanjutkan makan dan minum ketika sudah ingat.
- Masuknya sesuatu yang bukan makanan ke dalam badan. Namun ulama dunia banyak yang berpendapat hal demikian tidak membatalkan puasa.
- Berniat untuk berbuka, meskipun tidak makan dan minum.
- Murtad.
Hal-hal yang membatalkan puasa dengan kewajiban membayar kaffarat adalah:
- Berhubungan suami-istri tanpa ada paksaan. Kaffaratnya adalah melakukkan satu dari tiga hal yaitu emerdekakan budak, atau puasa dua bulan berturut-turut, atau memberi makan enam puluh orang miskin dan jumlah kafarat sesuai dengan jumlah pelanggaran.
- Makan dan minum dengan sengaja. Pendapat Hanafiyah dan Malikiyah menyebutkan bahwa kaffaratnya sama dengan ketentuan di atas. Sedangkan jumhur ulama berpendapat tidak ada kaffaratnya, namun wajib bertaubat dan mengqadha.
Hal-hal yang Dibolehkan Saat Berpuasa
Amalan-amalan yang dibolehkan saat berpuasa antara lain:
- Bersiwak. Pendapat Syafi’iyah membolehkan hingga sebelum zawal (tengah hari), dan Imam Ahmad bin Hanbal memakruhkan bersiwak setelah zawal. Sedangkan menggosok gigi dengan pasta gigi, ada kalangan ulama yang memakruhkannya.
- Berendam untuk mendinginkan badan pada hari yang panas.
- Makan dan minum, serta berhubungan suami-istri pada malam hari.
- Safar/bepergian karena ada keperluan, meskipun kemudian dapat menyebabkan dia membatalkan puasa.
- Menggunakan obat yang bukan makan dan minuman, misalnya obat luar, obat mata, dan obat gigi, dengan catatan tidak boleh tertelan.
- Memakai parfum/winyak wangi dan bukhur.
Hal-hal yang Dimaafkan/Ditolelir Ketika Puasa
Hal-hal yang ditolelir ketika puasa dan tidak menyebabkan batalnya puasa antara lain:
- Menelan ludah sendiri.
- Muntah dengan tidak disengaja.
- Tertelan benda-benda yang kecil dan tidak disengaja, seperti debu, asap pabrik, dll.
- Masuk waktu fajar dalam kondisi junub.
- Mimpi basah.
- Makan dan minum karena lupa.
Kaffarat Puasa dan Hikmahnya
Kaffarat dimaksudkan untuk menghapus kesalahan-kesalahan yang diperbuat sehingga membatalkan puasa. Dalam hal puasa, sebab membayar kaffarat (telah disebutkan di atas) adalah berhubungan suami-istri secara disengaja pada saat berpuasa.
Hikmah ditetapkannya kaffarat antara lain:
- Untuk menjaga hukum-hukum syariat agar tidak dipermainkan.
- Mensucikan jiwa-jiwa kaum muslimin dari dosa-dosa yang telah diperbuatnya.
Sesi tanya jawab
- Doa berbuka puasa diucapkan setelah atau sebelum berbuka (membatalkan puasa)?
Yang menjadi perhatian utama adalah saat istijabah doa, yaitu waktu berbuka puasa. Dengan demikian dapat dibaca sebelum atau setelah membatalkan puasa. - Sunnah berbuka dengan kurma, apakah harus pertama kali yang di makan, atau boleh kapan saja ketika berbuka setelah makan dan minum yang lain?
Berdasarkan makna hadits, yang dimaksud berbuka (iftar) adalah makanan yang dimakan untuk berbuka pertama kali. - Ketika ada perbedaan waktu perhitungan di aplikasi jadwal shalat, bagaimana menyikapinya?
Perbedaan waktu dalam aplikasi jadwal shalat tidak terlalu signifikan (1-2 menit saja). Prinsipnya adalah kita terus berpuasa hingga yakin bahwa matahari telah terbenam. - Niat puasa sunnah di siang hari tetapi sudah makan dan minum setelah subuh, bolehkah?
Maksud puasa adalah menahan makan dan minum dan hal lain yang membatalkan puasa sejak terbit fajar hingga terbenam matahari. Maka tidak sah puasa sunnah yang diniatkan pada waktu siang hari ketika setelah fajar sudah makan dan minum.
(Selesai pembahasan Fiqih Puasa, bersambung ke Kajian Islam Kimochi 147 dengan tema Fiqih Haji dan Umrah bagian 1, insya Allah.)
Rekaman Kajian Islam Kimochi #146
Kontributor: Hifni