Fikih Shalat (9): Shalat Kusuf, Khusuf, dan Istisqa’
Shalat Kusuf dan Khusuf
- Kasafa maupun khasafa memiliki makna yang sama dalam Bahasa Arab, yakni hilang atau tertutup (oleh benda lain). Istilah shalat kusuf lebih masyhur digunakan untuk gerhana matahari, sementara shalat khusuf digunakan untuk gerhana bulan.
- Pada zaman Rasulullah SAW, shalat sunnah gerhana yang dicontohkan hanya pernah sekali saja sepanjang kehidupan beliau, yaitu shalat kusuf saat gerhana matahari. Hal ini membuat perbedaan pendapat di kalangan ulama, apakah saat gerhana bulan juga disunnahkan untuk melaksanakan shalat sunnah (khusuf).
- Hukumnya sunnah muakkad (ditekankan), baik bagi laki-laki maupun perempuan, dan disunnahkan secara berjamaah walau boleh juga dilakukan sendiri-sendiri.
- Ada perbedaan pendapat terkait pelaksanaan khutbah pada shalat khusuf, apakah sebelum atau setelah shalat. Namun yang lebih banyak diikuti ulama, khutbah dilaksanakan setelah shalat.
- Di dalam khutbahnya, Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya matahari dan bulan itu merupakan dua tanda dari sejumlah tanda (kebesaran) Allah. Keduanya tidak mengalami gerhana karena mati dan tidak pula karena hidupnya seseorang. Jika kalian melihatnya, hendaklah kalian shalat (gerhana).” (HR Bukhari).
Beliau SAW berkata demikian karena gerhana matahari terjadi setelah wafatnya anak Beliau SAW, Ibrahim. Hadits ini pula yang menjadi landasan hukum shalat gerhana, baik matahari maupun bulan. - Shalat gerhana dilakukan pada waktu matahari/bulan mulai tertutup dan berakhir hingga semuanya benar-benar terang. Shalat hanya dilaksanakan oleh mereka yang melihat. Jika tidak terlihat, maka tidak disunnahkan.
- Sunnah yang dilakukan saat gerhana selain shalat adalah memperbanyak berdoa kepada Allah SWT, takbir dan bersedekah.
Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya matahari dan bulan itu merupakan dua tanda dari sejumlah tanda (kebesaran) Allah. Keduanya tidak mengalami gerhana karena mati dan tidak pula karena hidupnya seseorang. Jika kalian melihatnya, hendaklah kalian berdoa kepada Allah, bertakbir, bersedekah, dan shalat (gerhana).” (HR Bukhari) - Tata cara shalat gerhana
- Orang berkumpul di masjid tanpa adzan atau iqamat, namun pelaksanaan shalat boleh diumumkan terlebih dahulu.
- Imam memimpin shalat dengan dua rakaat.
- Terdapat dua rukuk pada setiap rakaat, dan ini merupakan yang masyhur. Namun, jika ada orang yang melaksanakan shalat gerhana dengan 2 rakaat tapi tanpa 4 rukuk, ini tetap boleh.
- Bacaan yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW adalah panjang karena sunnahnya dilakukan dari awal hingga akhir gerhana. Namun jika tidak mampu, boleh juga menggunakan surah yang pendek.
Rasulullah SAW membaca Surah Al-Fatihah dan Surah Al-Baqarah, rukuk (sepanjang 100 kali tasbih atau lebih), i’tidal dan dilanjutkan membaca Surah Al-Fatihah dan Ali Imran pada rakaat pertama. Sementara di rakaat kedua membaca Surah An-Nisa dan Surah Al-Maidah. Setelah bacaan (surah) kedua, kembali rukuk, i’tidal dan kemudian sujud (yang panjang). Diriwayatkan bahwa setelah selesai shalat, matahari terang kembali, kemudian berdiri untuk khutbah. - Untuk pelaksanaan khutbah, menurut Imam Syafi’i dilaksanakan seperti shalat Jum’at (dua kali khutbah). Namun menurut riwayat yang ada, khutbah hanya sekali dan menjelaskan tentang tanda-tanda kebesaran Allah SWT.
- Orang yang masbuk dalam shalat khusuf
- Terdapat kaedah umum bahwa jika kita mendapatkan rukuk, maka kita mendapatkan rakaat tersebut.
- Untuk kasus shalat gerhana, Imam Syafi’i dan Imam Ahmad berpendapat bahwa batasan rakaat ada pada rukuk yang pertama, sementara Imam Hanafi dan Imam Malik berpendapat bahwa batasan rakaat ada pada rukuk yang kedua. Untuk kehati-hatian, lebih baik mengikuti pendapat yang pertama (pendapat Imam Syafi’i dan Imam Ahmad). Pada rakaat tambahan sebagai masbuk, melaksanakan dua rukuk.
- Untuk shalat khusuf (shalat gerhana bulan), tetap disunnahkan untuk dilaksanakan walau tidak ada contoh di masa Rasulullah SAW. Hal ini berdasarkan qiyas terhadap shalat gerhana matahari.
Shalat Istisqa’
- Istisqa’ berasal dari kata istasqa, yastasqi, yang berarti meminta hujan.
- Shalat istisqa’ disunnahkan dilakukan ketika terjadi kekeringan.
Fenomena kekeringan merupakan kejadian alam yang merupakan tanda-tanda kebesaran Allah SWT, terjadi atas kehendak Allah SWT dengan hikmah tertentu dan karena melihat kondisi masyarakat tersebut. Allah SWT sebagai Rab yang menciptakan, merawat ciptaan tersebut, termasuk yang memberikan dan menahan rezekinya. Sebagaimana yang disampaikan pada Quran Surah Al-Isra’ bahwa Allah akan memberi rezeki baik kepada orang mukmin maupun orang kafir. Ketika kita berhukum kepada hukum-hukum Allah SWT, maka sepatutnya kita kembali kepada Allah SWT ketika terjadi kekeringan dan meminta hujan kepada pencipta alam semesta. - Ketika terjadi kekeringan di masa Rasulullah SAW, beliau SAW menyerukan untuk keluar ke “mushalla” (lapangan).
Di dalam hadits, istilah “mushalla” berarti tempat shalat dan digunakan untuk merujuk kepada lapangan yang biasa dipakai untuk shalat ied. Sementara istilah “masjid” berarti tempat sujud (termasuk shalat) dan bermaksud tempat yang biasa digunakan untuk shalat jamaah. Lapangan yang biasa digunakan Rasulullah SAW untuk shalat ied dan shalat istisqa’ saat ini telah menjadi Masjid Al-Ghamamah. - Hukum shalat istisqa’ adalah sunnah muakkad (sunnah yang sangat ditekankan).
Abdullah ibnu Zaid berkata, “Nabi SAW keluar untuk shalat istisqa’. Sesudah beliau menghadap ke kiblat dan memindahkan posisi selendangnya, kemudian beliau shalat dua rakaat dengan mengeraskan bacaannya pada kedua rakaat tersebut.“ - Mayoritas ulama mengatakan bahwa waktu terbaik pelaksanaan shalat istisqa’ adalah sama dengan waktu pelaksanaan solat ied, yakni ketika matahari sudah mulai naik (sekitar 15 menit setelah matahari terbit) sampai sebelum zuhur. Tapi sebagian ulama lain menyatakan bahwa waktunya bebas kecuali waktu-waktu yang makruh untuk melaksanakan shalat.
- Cara pelaksanaan shalat istisqa’:
- Tujuh takbir di rakaat pertama dan lima takbir di rakaat kedua, esperti shalat ied. Namun jika dilakukan dengan satu takbir juga tidak mengapa.
- Membaca Surah Al-A’la di rakaat pertama dan Surah Al-Ghasyiyah di rakaat kedua.
- Setelah shalat, imam menyampaikan khutbah. Khutbah hanya satu saja.
Yang disampaikan oleh Rasulullah SAW saat khutbah adalah menyadarkan manusia bahwa kekeringan terjadi atas kehendak Allah SW dan karena banyaknya kesalahan-kesalahan yang dilakukan manusia. Untuk itu, perlu memperbanyak istighfar, bertaubat, menyesali kesalahan-kesalahan, mengagungkan Allah SWT, bertakbir dan bertasbih, berdzikir kepada Allah SWT.
Zaman Rasulullah SAW adalah sebaik-baik zaman. Pada zaman tersebut, kesalahan kecil dilihat sebagai seperti gunung. Sementara pada zaman sekarang, kesalahan besar dilihat seperti lalat. Cara pandang dalam melihat kesalahan pada zaman sekarang perlu diperbaiki. - Doa-doa yang dipanjatkan Rasulullah SAW di akhir khutbahnya:
اللَّهُمَّ اسْقِنَا غَيْثًا مُغِيثًا مَرِيئًا مَرِيعًا غَدَقًا مُجَلَّلًا عَامًّا طَبَقًا سَحًّا دَائِمًا. اللَّهُمَّ اسْقِنَا الْغَيثَ وَلَا تَجْعَلْنَا مِنَ الْقَانِطِينَ. اللَّهُمَّ بِا الْعِبَادِ وَالْبِلَادِ وَالْبَهَائِمِ وَالْخَلْقِ مِنَ الَّلأَوَاءِ وَالْجُهْدِ وَالضَّنْكِ مَا لَا نَشْكُوهُ إِلَّا إِلَيْكَ. اللَّهُمَّ انْبِتْ لَنَا الزَّرْعَ وَأَدِرَّ لَنَا الضَّرْعَ وَأَسْقِنَا مِنْ بَرَكَاتِ السَّمَاءِ وَانْبِتْ لَنَا مِنْ بَرَكَاتِ الْأَرْضِ. اللَّهُمَّ ارْفَعْ عَنَّا الْجُهْدَ وَالْجُوعَ وَالْعُرَى وَاكْشِفْ عَنَّا مِنَ الْبَلَاءِ مَا لَا يَكْشِفُهُ غَيرُكَ. اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْتَغْفِرُكَ إِنَّكَ كُنْتَ غَفَّارًا فَأَرْسِلِ السَّمَاءِ عَلَيْنَا مِدْرَارًا. اللَّهُمَّ اسْقِ عِبَادَكَ وَبَهَائِمَكَ وَانْشُرْ رَحْمَتَكَ وَأَحْيِ بَلَدَكَ الْمَيِّتَ
“Ya Allah, siramilah kami dengan hujan lebat yang merata dan penuh rahmat. Ya Allah, siramilah kami dengan hujan dan janganlah Engkau jadikan kami termasuk orang-orang yang putus asa. Ya Allah, jauhkanlah hamba-hamba-Mu, negeri-negeri, hewan ternak, dan seluruh makhluk dari duka, kesulitan, dan kehidupan yang sempit menyesakkan sebagai sesuatu yang tidak kami adukan kecuali hanya kepada-Mu. Ya Allah, tumbuhkanlah bagi kami tanaman-tanaman dan jadikanlah air susu melimpah bagi kami. Curahkanlah kepada kami berkah dari langit dan tumbuhkanlah bagi kami berkah dari bumi. Ya Allah, lenyapkanlah dari kami susah, lapar, dan bencana, juga jauhkanlah dari kami bala sebagai sesuatu yang tidak akan kuasa menyingkirkannya kecuali hanya Engkau. Ya Allah, sesungguhnya kami memohon ampun kepada-Mu dari segala dosa. Sebab, sesungguhnya Engkau adalah Maha Pengampun. Turunkanlah kepada kami hujan lebat dari langit. Ya Allah, siramilah hamba-hamba dan hewan ternak-Mu, limpahkanlah rahmat-Mu, dan hidupkanlah negeri-Mu yang mati.”
Doa yang dipanjatkan Rasulullah SAW setelah turun hujan:
اللَّهُمَّ سَقْيًا رَحْمَةٍ وَلَا سَقْيًا عَذَابٍ وَلَا بَلَاءٍ وَلَا هَدْمٍ وَلَا غَرْقٍ. اللَّهُمَّ عَلَى الضِّرَابِ وَمَنَابِتِ الشَّجَرِ. اللَّهُمَّ حَوَالَيْنَا وَلَا عَلَيْنا
“Ya Allah, jadikanlah hujan ini siraman rahmat dan bukan curahan azab, bukan curahan bala dan bukan pula curahan hujan yang menenggelamkan. Ya Allah, jadikanlah hujan ini merata ke seluruh lembah dan tumbuh-tumbuhan. Ya Allah, jadikanlah curahan hujan ini sebagai rahmat bagi kami dan bukan sebagai azab bagi kami.”
Catatan: Di dalam Surah Nuh, di antara nasihat Nabi Nuh AS kepada ummatnya adalah memperbanyak istighfar agar turun hujan.
- Dianjurkan untuk perbanyak istighfar. Karena salah satu alasan diturunkan hujan adalah karena banyak nya istighfar.
- Ketika terjadi kekeringan, Rasulullah SAW sudah mengumumkan terkait pelaksanaan shalat istisqa’ dari jauh-jauh hari. Tujuannya, agar yang melaksanakan shalat dapat mempersiapkan diri untuk memintak kepada Allah dengan cara (1) kembali kepada Allah SWT, memperbanyak takbir, memurnikan tauhid, dan (2) membersihkan diri dari dosa-dosa dan kesalahan, bertaubat kepada Allah SWT, dan memperbanyak istighfar. Jika terjadi kezhaliman di antara manusia, semua saling memaafkan, meminta maaf kepada orang yang dizhalimi dan mengembalikan hak-hak mereka yang telah diambil secara zhalim.
- Menurut ulama, shalat istisqa’ dapat dilakukan sendiri, tapi lebih utama jika dilakukan secara berjamaah. Sebab, semakin banyak orang yang berkumpul dan meminta kepada Allah SWT, semakin besar pula kemungkinan Allah SWT mengijabah doa-doa yang diajukan.
Sesi Tanya Jawab
- Kapan harus mulai bertakbir dan bersadaqah pada saat gerhana?
Ketika gerhana mulai terjadi, yakni sudah terlihat bahwa sebagian cahaya matahari mulai tertutupi oleh bulan. - Mana yang lebih penting bagi ilmuwan antara ikut melaksanakan shalat gerhana atau melakukan observasi terkait fenomena alam yang hanya dapat terlihat saat gerhana?
Keduanya adalah ibadah. Shalat gerhana hukumnya sunnah muakkad, bukan wajib kifayah. Sementara tadabbur terhadap ciptaan Allah SWT juga merupakan perintah Allah SWT. Jika tidak ada orang yang dapat melaksanakan observasi, maka hukumnya menjadi wajib kifayah bagi ilmuwan tersebut. Perlu mempertimbangkan antara maslahat dan mudharat dalam menghadapi hal-hal seperti ini.
Rekaman Kajian Islam Kimochi #135
> Sesi 1 oleh Bapak Aksanul Fardhi
> Sesi 2 oleh Ustadz Jailani Abdul Salam, Lc., M.A.
Kajian Islam Kimochi #135
Posted by Forkita Jepang on Saturday, September 1, 2018
Kontributor: Hapsari P.; Editor: Abdul Aziz