Fikih Shalat (7): Shalat-shalat Sunnah

Published by forkitajp on

Syaikh Abu Bakar Jabir Al-Jazairi (penulis Kitab Minhajul Muslim), walaupun tinggal lama di Madinah, lebih banyak mengambil pendapat Maliki dan sering berbeda pendapat dengan Mazhab Hambali, termasuk dalam pembahasan fiqih shalat sunnah.


Shalat Witir

  • Shalat sunnah yang paling utama. Rasulullah SAW mewasiatkan kepada Abu Hurairah RA terkait 3 perkara dimana shalat witir merupakan salah satunya.
  • Shalat witir dalam Bahasa Arab biasa disebut shalat-ul-watr (al-watr = ganjil), bermaksud shalat yang jumlah rakaatnya ganjil, minimal 1 rakaat.
  • Rasulullah SAW tidak pernah meninggalkan 2 shalat sunnah, yaitu shalat witir dan shalat sunnah 2 rakaat sebelum fajar, baik ketika mukim maupun musafar.
  • Waktu melaksanakan shalat witir adalah setelah shalat isya, tetapi paling utama dilakukan di akhir malam (sebelum waktu fajar). Namun jika dikhawatirkan tidak bisa bangun, bisa dilakukan setelah shalat isya.
  • Shalat malam yang paling sering dilakukan Rasulullah SAW adalah 11 rakaat, yakni 8 rakaat shalat malam dan 3 rakaat shalat witir.
  • Pelaksanaan shalat witir Rasulullah SAW yang paling masyhur adalah dengan format 2 + 1 rakaat (2 kali salam), dengan surah yang dibaca adalah Surah Al-A’la (rakaat 1), Surah Al-Kafirun (rakaat 2) dan Al-Ikhlash (rakaat 3). Dalam riwayat lain, juga ada yang menambahkan Al-mu’awwidzatain (Surah Al-Falaq dan An-Naas) di rakaat 3. Adapun pelaksaan shalat witir dengan format 3 rakaat tanpa tasyahud (1 kali salam) adalah tsabit (ada riwayatnya) dan boleh dilaksanakan.
  • Bagi orang yang sudah biasa melakukan shalat witir tetapi karena sesuatu hal dia tidak sempat melakukan shalat witir, dia dapat melaksanakan shalat witir walaupun sudah memasuki waktu shalat fajar dengan cara melakukan shalat witir, shalat sunnah fajar dan kemudian shalat fajar (subuh). Namun, jika dia melaksanakan shalat subuh secara berjamaah, shalat witir dan shalat sunnah fajar dapat diakhirkan setelah shalat subuh (disebut dengan mengqadha shalat). Waktu mengqadha adalah hingga sebelum zawal (waktu zhuhur).
  • Rasulullah SAW bersabda bahwasanya shalat malam itu adalah 2 rakaat – 2 rakaat, dan jika seorang di antara kalian takut masuk waktu fajar, silahkan shalat 1 rakaat saja.
  • Shalat witir hanya dilaksanakan sekali dalam sehari. Jika seseorang sudah melaksanakan shalat witir di awal malam, dan di akhir malam dia bangun dan melaksanakan shalat malam (tahajjud), dia tidak perlu lagi melaksanakan shalat witir.

Shalat Sunnah Fajar

  • Rasulullah SAW bersabda:
    Dua rakaat (sebelum) fajar lebih baik daripada dunia dan seisinya.” (HR Muslim)
    Jangan tinggalkan dua rakaat (sebelum) fajar, walaupun kalian sedang dikejar pasukan berkuda.” (HR Ath-Thabrani)
  • Shalat sunnah fajar dilaksanakan setelah masuk waktu fajar dan sebelum melaksanakan shalat fajar (subuh).
  • Rasulullah SAW tetap melakukan shalat sunnah fajar ketika terlambat bangun dalam suatu perang. Beliau bersabda, “Barang siapa belum shalat dua rakaat fajar sampai matahari terbit, maka hendaknya dia shalat.” (HR Al-Baihaqi)
  • Dalam satu riwayat, Aisyah RAmenuturkan bahwa Rasulullah SAW melaksanakan 2 rakaat sunnah fajar secara cepat hingga ia ragu apakah Rasulullah SAW membaca surah atau tidak. Namun di riwayat lain, Aisyah RA menyampaikan bahwa Rasulullah SAW membaca surah Al-Kafirun dan Al-Ikhlash.

Shalat Sunnah Rawatib

  • Perlu membedakan antara shalat sunnah rawatib dan shalat sunnah muakkadah. Shalat sunnah rawatib adalah shalat sunnah yang dilaksanakan sebelum atau setelah shalat wajib, sementara shalat sunnah muakkadah adalah shalat sunnah yang sangat dianjurkan (seperti shalat witir). Shalat sunnah rawatib ada yang muakkadah dan ada yang tidak.
  • Terdapat 2 riwayat terkait jumlah shalat sunnah rawatib yang muakkadah; yakni 10 rakaat (riwayat Ibnu Umar RA) dan 12 rakaat (riwayat Aisyah RA dan Ummu Habib RA). Riwayat 10 rakaat terdiri dari 2 rakaat sebelum fajar, 2 rakaat sebelum dan 2 rakaat setelah zhuhur, 2 rakaat setelah maghrib dan 2 rakaat setelah isya. Sementara riwayat 12 rakaat terdiri dari 2 rakaat sebelum fajar, 4 rakaat (2+2, 2 kali salam) sebelum dan 2 rakaat setelah zhuhur, 2 rakaat setelah maghrib dan 2 rakaat setelah isya.
  • Shalat sunnah rawatib yang tidak muakkadah (terkadang dilakukan dan terkadang tidak dilakukan Rasulullah), 2 rakaat (atau di riwayat lain 4 rakaat) sebelum ashar dan 2 rakaat sebelum maghrib. Salah satu riwayat dari Abu Daud mengatakan bahwa Allah merahmati seseorang yang shalat sunnah sebelum ashar 4 rakaat. Sementara shalat sunnah 2 rakaat sebelum maghrib pun ada riwayatnya, bahkan Rasulullah memerintahkan sebanyak 3 kali.

Shalat Sunnah Mutlak

  • Shalat sunnah mutlak dilaksanakan sebanyak 2 rakaat.
  • Dilaksanakan tanpa ada sebab khusus dan dapat dilaksanakan kapan pun kecuali di waktu yang dilarang untuk mengerjakan shalat.
  • Dalam salah satu riwayat disampaikan bahwasanya Allah tidak mengizinkan seorang hamba pada sesuatu yang lebih utama daripada dia melakukan (shalat) 2 rakaat, dan selama orang tersebut shalat maka kebaikan itu akan terus turun kepadanya. Dalam hal ini tidak disebutkan jenis shalatnya, sehingga disebut shalat sunnah mutlak.
  • Rasulullah SAW juga bersabda kepada seseorang yang meminta agar dia bersama Rasulullah SAW dalam surga agar membuat sebabnya dengan memperbanyak sujud (shalat).
  • Hikmah shalat sunnah mutlak ialah menyempurnakan kekurangan dalam shalat fardhu. Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya amal manusia yang pertama dihisab pada hari kiamat adalah shalat. Allah berfirman kepada para malaikat – Allah Maha Mengetahui – ‘Periksalah olehmu kesempurnaan shalat hamba-Ku. Jika sempurna catatlah kesempurnaan baginya. Bila shalatnya tidak sempurna, lihatlah apakah ia mengerjakan shalat sunnah. Jika dia mengerjakan shalat sunnah (tatawwu’) sempurnakanlah shalat fardhunya dengan shalat sunnahnya. Kemudian barulah segala amalnya diperhitungkan berdasarkan shalatnya.’” Terdapat perbedaan pendapat ulama dalam memahami hadits ini, apakah yang dimaksud kurang adalah (1) karena dia pernah meninggalkan shalat wajib (secara sengaja atau tidak sengaja) atau (2) karena kurang kekhusyu’an atau mengurangi sunnah-sunnah shalat (mengurangi nilai shalat). Berhubung tidak ada penjelasannya, maka yang lebih utama adalah mengambil pendapat bahwa makna kurang diambil dari makna keduanya.
  • Waktu pelaksanaan shalat sunnah mutlak dapat dilaksanakan kapan saja, namun tidak boleh melaksanakan pada waktu tertentu saja (karena hal ini dapat menjadi bid’ah) dan tidak boleh dilaksanakan pada waktu-waktu dilarang untuk shalat.
  • Waktu-waktu yang tidak boleh melaksanakan shalat sunnah mutlak terdiri dari
    1. setelah shalat fajar hingga terbit matahari,
    2. dari matahari terbit hingga setinggi tombak (sekitar 15 menit setelah matahari terbit),
    3. ketika matahari tepat di tengah-tengah hingga waktu zawal (sudah ada bayangan benda, masuk waktu zhuhur),
    4. setelah shalat ashar hingga ada warna kuning di ufuk (tapi belum waktu maghrib), dan
    5. dari munculnya warna kuning di ufuk hingga matahari tenggelam.

    Pada waktu-waktu ini dilarang shalat tanpa sebab. Contoh shalat yang ada sebab adalah shalat sunnah fajar bagi yang terlambat atau shalat tahiyyatul masjid. Namun begitu, terdapat perbedaan pendapat terkait hal ini. Mazhab Maliki tidak membolehkan pelaksanaan shalat tahiyyatul masjid setelah shalat ashar.

  • Shalat sunnah boleh dilaksanakan sambil duduk. Rasulullah SAW pernah shalat dhuha di atas unta (sambil duduk). Namun begitu, pahala antara orang yang shalat berdiri dengan yang duduk berbeda, dimana pahala shalat seseorang sambil duduk setengah dari pahala shalat seseorang yang berdiri. Sementara shalat wajib harus dilakukan dengan berdiri kecuali jika ada uzur.

Shalat Tahiyyatul Masjid

  • Shalat tahiyyatul masjid dilaksanakan ketika memasuki masjid.
  • Rasulullah SAW bersabda, “Jika salah seorang di antara kalian ada yang masuk masjid maka janganlah dia duduk sebelum shalat dua rakaat.” (HR Al-Bukhari)
  • Shalat tahiyyatul masjid dapat dilaksanakan ketika khutbah Jum’at sedang berlangsung. Rasulullah SAW pernah menegur sahabat yang langsung duduk ketika Rasulullah sedang menyampaikan khutbah Jum’at agar sahabat tersebut melaksanakan shalat dua rakaat terlebih dahulu sebelum duduk.

Shalat Dhuha

  • Shalat dhuha dilakukan setelah matahari meninggi setinggi tombak (sekitar 15 menit setelah syuruk) hingga sebelum waktu zhuhur.
  • Jumlah rakaat shalat dhuha adalah 4, 6 atau 8 rakaat, dan dilaksanakan dua rakaat-dua rakaat. Rasulullah SAW melaksanakan shalat dhuha sebanyak 8 rakaat ketika peristiwa Fathul Makkah di rumah bibinya.
  • Rasulullah SAW bersabda dalam sebuah hadits qudsi, “Sesungguhnya Allah Ta’ala berfirman, ‘Wahai anak Adam, tunaikanlah shalat kepada-Ku empat rakaat pada awal siang, maka Aku akan mencukupkanmu sampai akhir siang.” (HR At-Tirmidzi)

Shalat Tarawih

  • Shalat tarawih dilaksanakan pada bulan Ramadhan.
  • Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa shalat malam pada bulan Ramadhan dengan penuh keimanan dan mengharap pahala, maka Allah akan mengampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR Al-Bukhari)
  • Umumnya shalat tarawih dilaksanakan sebanyak 8 atau 18 rakaat. Namun pada riwayat yang masyhur, Rasulullah SAW melaksakannya sebanyak 8 rakaat ditambah 3 rakaat witir.

Shalat Sunnah Wudhu

  • Shalat sunnah wudhu sebanyak 2 rakaat.
  • Rasulullah SAW bersabda, “Seorang muslim yang berwudhu kemudian membaguskan wudhunya maka Allah akan mengampuni dosa-dosanya di antara wudhu dan shalat yang ditunaikan setelah itu.” (HR Muslim)
  • Shalat ini menjadi amalan Bilal sehingga Rasulullah SAW mendengar bunyi sendalnya di surga.

Shalat Sunnah Qudum

  • Shalat sunnah qudum merupakan shalat sunnah musafir yang dilaksanakan ketika baru pulang dari bepergian di masjid kampungnya, bukan di rumah.
  • Rasulullah SAW biasa melaksanakan shalat sunnah 2 rakaat ketika tiba dari safar di Masjid Nabawi.

Shalat Sunnah Taubah

  • Shalat sunnah taubat dilakukan jika seseorang telah melakukan perbuatan dosa, menyesalinya dan berazam untuk bertaubat.
  • Shalat sunnah taubat dilaksakan sebanyak 2 rakaat.
  • Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah seseorang berbuat dosa kemudian bersuci, lalu shalat dua rakaat, kemudian memohon ampun kepada Allah, melainkan Allah akan mengampuni dosanya.” (HR At-Tirmidzi)

Shalat Istikharah

  • Shalat sunnah istikharah dilaksanakan sebanyak 2 rakaat.
  • Dilaksanakan jika seseorang memiliki dua pilihan dan kesulitan untuk memilih di antara keduanya.
  • Rasulullah SAW bersabda, “Apabila ada di antara kalian yang ingin melakukan suatu hal, hendaklah dia melakukan shalat dua rakaat selain rakaat shalat fardhu. Kemudian berdoa, ‘Ya Allah, sesungguhnya saya mohon petunjuk dengan pengetahuan-Mu, saya mohon ketetapan dengan kekuasaan-Mu, dan saya mohon besarnya karunia-Mu. Sesungguhnya Engkau lah Yang Makakuasa dan saya tidak kuasa, Engkau lah Yang Mahatahu dan saya tidak tahu, dan Engkau lah Yang Maha Mengetahui segala yang ghaib. Ya Allah, apabila Engkau mengetahui bahwa urusan ini baik untuk diriku dalam agamuku, kehidupanku dan urusanku, maka takdirkanlah dan mudahkanlah urusan ini untukku. Namun apabila Engkau mengetahui bahwa urusan ini buruk untuk diriku dalam agamaku, kehidupanku dan akibatnya pada urusanku, maka jauhkanlah urusan itu dariku dan hindarkanlah aku darinya. Serta tentukanlah yang lebih baik untukku bagaimanapun adanya, kemudian jadikanlah aku orang yang ridha dengan ketentuan itu.” (HR Al-Bukhari). Kemudian disebutkan hajatnya ketika mengucapkan, “Bahwa urusan ini …

Shalat Sunnah Hajat

  • Shalat sunnah hajat dikenal dalam Mazhab Maliki dan Mazhab Syafi’i, sementara tidak dianjurkan dalam Mazhab Hambali. Mazhab Hambali beralasan, dari 4 dalil yang ada terkait shalat sunnah hajat, 2 merupakan hadits maudhu’ (palsu) dan 2 lagi sangat lemah. Namun demikian, ada kaedah masyhur yang menyebutkan bahwa seseorang dapat melakukan keutamaan amal dengan berlandaskan hadits dhaif.
  • Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa berwudhu dan menyempurnakannya, kemudian shalat dua rakaat dan membaguskannya, niscaya Allah akan memberikan apa yang dimintanya cepat atau lambat.” (HR Imam Ahmad)

Shalat Sunnah Tasbih

  • Shalat sunnah tasbih dianggap lemah pada Mazhab Hambali.
  • Shalat sunnah tasbih dilaksakan 4 rakaat. Ada pendapat yang mengatakan dilaksanakan 2 rakaat-2 rakaat dan ada yang 4 rakaat sekali salam.
  • Pada shalat ini, banyak membaca lafaz “subhanallah walhamdulillah wala ilaha illallah wallahu akbar” sebanyak 75 kali setiap rakaatnya, yang terdiri dari:
    • Setelah membaca surah (setelah Al-Fatihah) sebanyak 15 kali
    • Setelah bacaan rukuk sebanyak 10 kali
    • Setelah bacaan i’tidal sebanyak 10 kali
    • Setelah bacaan sujud sebanyak 10 kali
    • Setelah bacaan duduk di antara 2 sujud sebanyak 10 kali
    • Setelah bacaan sujud sebanyak 10 kali
    • Saat duduk di antara sujud dan berdiri sebanyak 10 kali
  • Rasulullah SAW bersabda kepada pamannya Al-Abbas, “Wahai Abbas, wahai pamanku, maukah Engkau kuberi …” sampai akhir hadits; beliau memberi tahu tata cara shalat tasbih. Beliau bersabda, “Apabila engkau sanggup melakukannya setiap hari sekali, maka lakukanlah. Kalau tidak sanggup, maka setiap hari Jum’at sekali. Seandainya tidak mengerjakannya, maka setahun sekali. Dan, apabila juga tidak mampu melaksanakannya, minimal sekali seumur hidup.” (HR Abu Daud)

Sujud Syukur

  • Sujud syukur disunnahkan ketika mendapat nikmat.
  • Untuk melaksanakan sujud syukur, tidak disyaratkan harus dalam keadaan suci.
  • Sementara terkait harus-tidaknya menutup aurat (seperti pemain bola), ada perbedaan pendapat dalam penentuan aurat.

Sujud Tilawah

  • Sujud tilawah dilaksanakan ketika mendengar ayat sajadah.
  • Rasulullah SAW bersabda, “Apabila anak Adam membaca ayat sajadah, syaithan akan pergi dan menangis seraya berkata, ‘Celaka! Anak Adam diperintah bersujud maka dia bersujud dan mendapatkan surga. Aku diperintahkan bersujud dan aku menolaknya, maka aku mendapatkan neraka.” (HR Muslim)
  • Bacaan sujud tilawah:

    سَجَدَ وَجْهِيَ لِلَّذِى خَلَقَهُ وَصَوَّرَهُ وَشَقَّ سَمْعَهُ وَبَصَرَهُ بِحَوْلِهِ وَقُوَّتِهِ فَتَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ

    Dapat pula membaca bacaan sujud secara umum.

  • Jumhur ulama mengatakan sebaiknya seseorang membaca Quran dari mushaf dalam keadaan suci. Namun jika seseorang membaca dari hafalannya kemudian membaca ayat sajadah, dia boleh bersujud tanpa harus dalam keadaan berwudhu.
  • Sujud tilawah hendaklah dilakukan dengan menghadap kiblat.
  • Terdapat 15 ayat sajadah di Quran. Hal ini berdasarkan perkataan Abdullah bin Amr bin Al-Ash, “Nabi SAW membaca lima belas ayat sajadah dalam Al-Quran, di antaranya adalah tiga ayat dalam surat-surat Al-Mufashshal (dalam An-Najm, Al-Insyiqaq, dan Al-‘Alaq), dan dalam surat Al-Hajj ada dua ayat.” (HR Abu Daud)
Artikel ini merupakan rangkuman Kajian Islam Kimochi edisi 133, sesi Serial Kajian Kitab Minhajul Muslim, yang disampaikan oleh Ustadz Jailani Abdul Salam, Lc., MA. pada Ahad, 5 Agustus 2018 M (23 Dzulqaidah 1439 H) di Masjid Indonesia Tokyo.

Rekaman Kajian Islam Kimochi #133

> Sesi 1 oleh Muhammad Mustafainal Akhyar
> Sesi 2 oleh Ustadz Jailani Abdul Salam, Lc., M.A.

Kajian Kimochi #133

Posted by Forkita Jepang on Saturday, August 4, 2018


Kontributor: Hapsari P.; Editor: Abdul Aziz