Serial Muslim Jepang #5: Yokatta ne, Alhamdulillah

Published by forkitajp on

Waktu itu anak pertama kami, F1, masih berusia 5.5 tahun. Kami berangkat haji dari Jepang dengan meminta tolong orang tua kami untuk datang menjaga F1 dan F2 (usia 1.5 tahun) di Jepang.

Ayah saya bercerita ketika kami sudah kembali dari perjalanan haji, tentang keseharian kakek, nenek, dan 2 cucu selama kami tinggalkan berempat di Tokyo.

Yang paling berkesan bagi ayah saya, ketika seorang cleaning service mansion kami mengatakan “yokatta ne” ke F1 lalu ayah saya penasaran apa arti yokatta ne, dan F1 menerjemahkannya menjadi, “alhamdulillah.”

Bagi ayah saya, ini bukan sekedar kemampuan menerjemahkan Bahasa Jepang ke Indonesia, di mana kata “yokatta ne,” yang kalau Bahasa Indonesia itu artinya “bagus ya.” Namun F1 memilih terjemahkan “alhamdulillah” yang memang secara makna sesuai dengan konsep Islam.

Kami pun saat mendengar cerita ayah, tidak menyangka F1 punya kemampuan seperti itu. Alhamdulillah.

Kami suami istri datang ke Jepang berkuliah dalam Bahasa Jepang, menulis tugas-tugas kampus juga dalam Bahasa Jepang, sehingga Bahasa Jepang sudah menjadi keterampilan yang wajib kami miliki.

Namun, demi pendidikan keislaman anak-anak kami, sejak awal kami pilih berbahasa Indonesia dengan mereka. Meski mereka lahir dan besar di Jepang, kami usahakan kami hanya berbahasa Indonesia. Sejak dini, anak-anak terbiasa dengan buku-buku bacaan dari Indonesia dan video-video Islami anak Indonesia.

Board books balita Islam dibacakan setiap hari ke anak-anak. Kosa kata yang mereka kenal dari kami adalah kosa kata Islam dan bahasa Indonesia.

Bahasa Jepang didapatkan F1 dan F2 melalui guru-guru Jepang di daycare. Saya tidak khawatir anak-anak kami kesulitan komunikasi dengan teman-teman mereka, karena usia dini masih usia egosentris, tidak terlalu membutuhkan peer group.

Kenapa waktu itu kami memilih sikap seperti itu? Yang ada di benak kami, pertama adalah kemampuan kami mengajarkan Islam kepada anak-anak pastilah terbatas. Kami sangat membutuhkan bantuan pihak lain dan juga sarana-sarana lain dalam pendidikan keislaman. Saat itu, kami pilihkan adalah buku-buku anak Islam dan video anak Islam berbahasa Indonesia.

Alasan yang kedua, agar anak-anak kami ini bisa berkomunikasi dengan keluarga besar di Indonesia. Karena kami yakin, Bahasa Jepang secara alami dapat mereka kuasai, karena dipakai dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan Bahasa Indonesia, jika tidak dibuatkan rekayasa khusus di dalam rumah, pastilah sulit bagi anak untuk bisa menguasainya.

Pada awalnya hanya dua motivasi itu saja yang membuat kami memilihkan Bahasa Indonesia untuk anak-anak.

Akhir-akhir ini, barulah saya tersadar bahwa Bahasa Indonesia ternyata juga memiliki kekhasan yang tidak ada di Bahasa Jepang, yaitu nilai-nilai keIslaman yang dapat termaktub di dalam kosakatanya. Hal ini saya tulis di Serial Muslim Jepang #4 yang lalu.

Semoga sedikit sharing ini bisa bermanfaat, terutama bagi keluarga muda yang berencana lama menetap di Jepang. Wallohua’lam bish showwab.


Kontributor: Bunda 3F