Riba di Negeri Nonmuslim

Published by forkitajp on

Riba merupakan salah satu dosa besar, sedikit-banyaknya sama saja hukumnya, di negeri muslim atau nonmuslim ia tetap haram, karena apa yang haram di negeri Islam hukumnya juga haram di negeri nonmuslim. Haram dalam transaksi dua orang Islam, atau muslim dan nonmuslim, haram dalam transaksi seorang muslim yang masuk ke negeri nonmuslim secara legal maupun ilegal. Demikian pendapat jumhur ulama Malik, Syafi’i, Ahmad, Auza’iy, Abu Yusuf, dll.

Dalilnya banyak, seperti:

  1. Petunjuk umum nash yang mengharamkan riba yang tidak memberi syarat tempat dan waktu. Seperti firman Allah yang artinya, “(Dan Allah menghalkan jual beli dan mengharamkan riba)” (QS. Albaqarah 275). Juga firman Allah yang artinya, “(Dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang beriman)” (QS. Albaqarah 278). Dari hadits, sabda Rasulullah yang artinya, “Jauhilah tujuh dosa besar” dan beliau menyebut riba salah satunya (HR. Bukhary 2615). Seluruh nash di atas menunjukkan haramnya riba tanpa syarat dan pengecualian.
  2. Sesuatu yang hukumnya haram di negeri Islam, haram juga hukumnya di negeri nonmuslim, seperti riba dan seluruh jenis maksiat.
  3. Qiyas dari hukum atas nonmuslim yang masuk ke negeri muslim dengan jaminan keamanan, ulama sepakat bahwa haram melakukan transaksi riba dengannya, begitupun jika terjadi sebaliknya seorang muslim masuk ke negara nonmuslim, dia tidak boleh bertransaksi riba dengan mereka. Assyaukani berkata, “Hukum Islam berlaku atas seorang muslim dimanapun mereka berada, keberadaannya di negeri nonmuslim tidak menghapus berlakunya hukum Islam atasnya” (Assailul Jarrar 4/552). Jika akhirnya uang riba masuk ke dalam tabungan tanpa pilihan maka wajib diambil dan dibelanjakan untuk kemaslahatan kaum muslimin.

Kredit riba untuk beli rumah

Sebagian ulama membolehkan membeli rumah dengan kredit riba bagi yang tinggal di negeri minoritas muslim. Mereka beralasan karena kondisinya darurat dan “kondisi darurat membolehkan mengerjakan larangan”, dan pendapat yang tidak kuat di kalangan ulama Mazhab Hanafi yang membolehkan transaksi riba antara muslim dan nonmuslim.

Sebenarnya membeli rumah bukan termasuk perkara darurat yang tanpanya akan mengancam kehidupan seorang muslim, seperti kebutuhan makan dan minum. Tidak sampai pada kondisi membolehkan melakukan salah satu dosa besar yang mendapat ancaman perang dari Allah dan Rasul-Nya.

Lalu, pendapat Abu Hanifah yang tak kuat dan dibantah oleh keumuman dalil larangan riba dari Alqur’an dan Assunnah, juga menyalahi maksud dari pendapat tersebut dimana ia dibolehkan jika yang mendapat keuntungan adalah pihak muslim bukan sebaliknya, seperti pada kasus kredit rumah.

Ingat!

  1. Riba haram dan merupakan dosa besar. Hukumnya berlaku bagi seorang muslim baik di negeri Islam maupun di negeri nonmuslim, serta dalam transaksi antara muslim dan nonmuslim.
  2. Jika dengan terpaksa uang riba masuk ke dalam tabungan maka harus diambil dan dibelanjakan untuk kemaslahatan kaum muslimin.
Artikel ini merupakan terjemahan dari buku Panduan Fikih bagi Pelajar di Negeri Rantau, Bagian (2) Kehidupan Sehari-hari, Pasal (2) Pakaian, oleh Ustadz Jailani Abdul Salam, Lc., MA.