Membersihkan Diri dari Harta Haram

Published by forkitajp on

Kadang harta sebagian orang Islam bercampur dengan harta haram tanpa sengaja, sebagian yang lain sengaja megumpulkan harta dari sumber haram, bagaimana tindakan yang benar mengenai harta haram tersebut?

Harta haram terbagi dua:

  1. Haram karena zatnyaSeperti khamar, bangkai, babi, dan semacamnya yang seperti apapun cara memperolehnya tetap tak bisa digunakan. Cara membersihkan diri darinya yaitu bertaubat dan membuangnya seperti disebutkan dalam sunnah.Anas bin Malik berkata bahwa Abu Thalhah bertanya kepada Rasulullah tentang anak yatim yang mendapat warisan khamar. Rasulullah bersabda, “Tumpahkan.” Abu Thalhah bertanya, “Boleh saya jadikan cuka?” Rasulullah bersabda, “Tidak boleh.” (Abu Dawud 3677)
  2. Haram karena cara memperolehnyaSeperti yang diperoleh dengan cara riba, menjual barang haram, transakasi penipuan, judi, dll. Harta semacam ini juga terbagi dua:
    • Ia mengetahui pemilik asal harta dan bisa mengembalikan kepadanya atau kepada ahli warisnya.Dalam kondisi ini ia harus mengembalikan harta tersebut kepada yang berhak. Tindakannya membersihkan diri dengan menyumbangkannya atau menyedekahkannya tidak menghapus kesalahannya. Allah berfirman yang artinya, “Sesungguhnya Allah memerintahkan kamu menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya.” (QS. Annisa: 58)
    • Ia tidak mengetahui keberadaan pemilik asal harta, atau tidak bisa mengembalikannya.Dalam kondisi ini, ia harus menyumbangkan harta tersebut untuk kemaslahatan umum dengan niat taubat dan membersihkan diri dari harta haram.Dalilnya adalah: Riwayat ‘Ashim bin Kulaib dari bapaknya dari seorang Kaum Anshar, ia berkata, “… Kemudian makanan dihidangkan lalu Rasulullah dan orang-orang menyuap dan mulai makan, lalu bapak-bapak kami memandang Rasulullah mengunyah makanan di mulutnya dan ia berkata, ‘Saya merasakan daging kambing yang diambil tanpa izin pemiliknya.’ Lalu istri tuan rumah berkata, ‘Wahai Rasulullah! Saya menyuruh seseorang untuk membeli kambing di pasar tapi tak dapat, lalu saya suruh dia untuk beli kambing tetangga yang baru ia beli tapi tak ketemu pemiliknya, lalu saya utus seorang meminta ke istri pemilik kambing dan dia mengirimkan kambing tersebut ke saya.’ Rasulullah bersabda, ‘Berikan kambing ini ke para tawanan perang untuk mereka makan.’” (HR. Abu Dawud 3332)

      Petunjuk dalil: Ketika Rasulullah mengetahui bahwa kambing didapatkan bukan dengan cara yang benar, beliau menyuruh perempuan tersebut melepaskan diri dari barang haram itu dengan menyumbangkan untuk kepentingan umum, yaitu memberikannya kepada para tawanan perang.

      Ulama juga menjadikan hadits di atas sebagai dalil untuk memberikan harta seorang yang tak ada/tak diketahui ahli warisnya untuk kemaslahatan umum.

Ibnu Taimiyah berkata, “Ulama sepakat bahwa seorang yang meninggal dan tak ketahuan ahli warisnya maka hartanya disumbangkan untuk kepentingan umum; walaupun bisa dipastikan bahwa orang pada umumnya punya kerabat jauh, tetapi siapanya tak ketahuan dan tak ada harapan untuk dapat infonya, untuk itu ia dianggap tidak ada.” (Alfatawa Alkubra 4/209)

Imam Nawawy berkata, “Algazhaly berkata, ‘Jika ada harta haram pada seseorang dan ia tahu siapa pemilik sebenarnya, maka ia wajib mengembalikannya kepada orang tersebut atau yang mewakilinya. Jika orang yang berhak sudah meninggal, maka ia berikan kepada ahli warisnya; jika ia tak mengetahui pemiliknya dan sudah tak ada harapan untuk mengetahuinya, maka ia wajib sumbangkan untuk kepentingan kaum muslimin secara umum, seperti untuk pembangunan jembatan, jalan, masjid, kepentingan jalanan Mekkah, dll, yang bisa dinikmati bersama oleh orang Islam; jika tidak bisa ia sedekahkan kepada satu orang miskin atau orang-orang miskin…’ dan apa yang dikatakan oleh Algazhaly dalam masalah ini sama dengan pendapat para sejawat di Mazhab Syafii; alasannya, seperti yang mereka katakan dan juga Algazhaly riwayatkan dari Muawiyah bin Abi Sufyan dan yang lainnya dari generasi salaf, dari Ahmad Bin Hambal, Alharits Almuhasiby dan selain keduanya dari ulama wara’, yaitu karena kita tidak boleh memusnahkan barang yang bermasalah dan membuangnya ke laut, jadi pilihannya adalah menyalurkannya untuk kepentingan kaum muslimin.” (Almajmu’ 9/332)

Tempat-tempat penyaluran harta haram

Menurut pendapat yang kuat dan merupakan pendapat jumhur ulama, harta haram yang ingin dibersihkan bisa disalurkan kepada penerima zakat, karena tak ada dalil yang mengatakan hanya bisa disalurkan untuk kepentingan umum, kecuali pembangunan mesjid. Jadi harta haram yang ingin dibersihkan bisa disalurkan untuk para mustahiq zakat, amal sosial seperti memberi makan orang miskin, pembangunan mesjid, kegiatan pendidikan, dll.

Adapun hadits, “Sesungguhnya Allah mahabaik dan tidak menerima kecuali yang baik” (HR. Muslim 1015), maksudnya adalah bahwa sesungguhnya Allah SWT tidak menerima sedekah dan infaq kecuali yang bersumber dari harta halal dan baik. Adapun dalam pembersihan harta haram bukan berniat untuk infak dan sedekah yang mengharapkan pahala dan balasan, karena orang yang melakukan pembersihan bukan pemilik sah harta tersebut. Niatnya hanya membersihkan harta haram yang ada di tangannya dan bertaubat kepada Allah SWT.

Siapa yang melakukan pembersihan harta haram

Siapa saja yang ada padanya harta haram bisa melakukan sendiri pembersihan dan meyalurkannya kepada yang berhak. Namun, jika ia mewakilkan penyalurannya kepada pihak kedua yang terpercaya maka itu lebih baik (Alfatawa Alkubra 5/421).

Jika nominal harta haram tak pasti jumlahnya

Jika seorang muslim mengetahui dengan pasti nominal harta haram yang ada padanya maka ia harus membersihkannya secepatnya.

Namun, jika ia tak mengetahui dengan pasti maka ia memperkirakan ke titik aman; kalau ia ragu maka harus mengambil pilihan yang lebih hati-hati dengan mengeluarkan seluruh yang meragukan apakah ia dapat dengan jalan halal atau haram. Rasulullah bersabda, “Barang siapa menjauhi yang syubuhat maka ia telah membersihkan agama dan kehormatannya.” (Muslim 1599)

Membersihkan harta haram

Ingat!

  1. Harta yang haram karena zatnya jika tidak dimanfaatkan untuk suatu yang dibolehkan maka wajib dimusnahkan, seperti minuman keras dan obat-obatan terlarang.
  2. Harta yang haram karena cara mendapatkannya jika ketahuan pemilik sahnya dan memungkinkan untuk dikembalikan kepadanya atau kepada ahli warisnya, wajib segera ditunaikan kepada yang berhak, tidak bisa dengan menyalurkannya untuk amal sosial.
  3. Harta yang haram yang tak ketahuan pemiliknya atau ketahuan pemiliknya tapi tidak memungkinkan untuk menyerahkan kepadanya atau kepada ahli warisnya, wajib segera dillakukan pembersihan.
  4. Menurut pendapat kuat, boleh membersihkan harta haram dengan menyalurkannya untuk amal sosial dan mustahik zakat tanpa pengecualian.
  5. Niat orang yang melakukan pembersihan harta haram adalah taubat dan menjauhi harta haram, tidak dibenarkan untuk niat sedekah dan infaq karena ia bukan pemilik sah harta tersebut.
  6. Dia harus berusaha maksimal jika ia tak mengetahui secara pasti nominal harta haram yang ada padanya. Jika ia ragu apakah harta itu haram atau halal maka sebaiknya membersihkannya untuk menjaga agamanya dan menghindari yang syubuhat.
Artikel ini merupakan terjemahan dari buku Panduan Fikih bagi Pelajar di Negeri Rantau, Bagian (2) Kehidupan Sehari-hari, Pasal (2) Pakaian, oleh Ustadz Jailani Abdul Salam, Lc., MA.