Hukum Asuransi Kesehatan di Jepang

Published by forkitajp on

Pertanyaan

Penanya: n/a

Bagaimana hukumnya asuransi kesehatan di Jepang? Apakah boleh asuransi ini dipakai, termasuk tunjangan dari asuransi istri melahirkan?


 

Jawaban

Narasumber: M. Rizky Prima Sakti, MSc.Fin.

Pertama, perlu kita ketahui terlebih dahulu perbedaan antara asuransi konvensional dan asuransi syariah.

  1. Dalam asuransi konvensional, konsep yang berlaku ialah risk transfer (transfer resiko) dan jual beli resiko. Maksudnya ialah, setiap premi yang dibayar oleh peserta asuransi adalah harga beli, sedangkan mitigasi resiko dan biaya pertanggungan oleh pihak asuransi ialah objek jual. Premi yang dibayarkan oleh peserta asuransi itu jumlah dan nominalnya pasti (fixed), sedangkan biaya pertanggungan/mitigasi resiko jumlah dan nominalnya tidak pasti tergantung kepada klaim yang diajukan.Karena itu, sangat mungkin terjadi kelebihan (surplus) underwriting karena setiap peserta asuransi membayar premi secara berkala (continue), namun tidak pernah sakit/kecelakaan atau mengajukan klaim kepada perusahaan asuransi, sehingga menjadi pendapatan bagi perusahaan asuransi. Sebaliknya, terjadi kekurangan (deficit) underwriting dimana peserta asuransi menerima manfaat/klaim lebih dari biaya premi yang dibayarkan.

    Dalam terminologi fiqh, kelebihan atau kekurangan underwriting dalam asuransi konvensional tersebut dikenal dengan istilah gharar (ketidakpastian yang berlebihan). Nabi SAW melarang jual beli yang mengandung unsur gharar.

    Di dalam konsep asuransi syariah, agar ketidakpastian (gharar) ini tidak terjadi, maka konsep yang diberlakukan ialah risk sharing (berbagi resiko) melalui tabarru atau hibah atau tanahud. Setiap premi yang dibayarkan oleh peserta asuransi syariah bukan lagi sebagai harga beli, namun sebagai tabarru atau hibah kepada peserta kolektif. Total premi yang dibayar peserta asuransi syariah menjadi milik peserta kolektif.

    Sehingga, pada saat terjadi kelebihan (surplus) atau kekurangan (deficit) underwriting, peserta asuransi tidak dirugikan atau dizalimi karena dananya digunakan untuk peserta lain karena sudah melepaskan haknya kepada peserta kolektif.

  2. Asuransi konvensional menempatkan seluruh premi yang dibayarkan oleh para peserta asuransi dalam instrumen-instrumen keuangan konvensional, seperti deposito di bank konvensional, obligasi, saham konvensional, dsb dimana instrumen-instrumen tersebut merupakan pinjaman berbunga yang tidak sesuai dengan prinsip syariah. “Setiap pinjaman yang memberi manfaat kepada kreditur termasuk riba”. Sehingga, imbal hasil (return) yang diterima kreditur baik dalam bentuk deposito, obligasi adalah riba.Agar sesuai dengan prinsip syariah, maka DSN MUI mewajibkan penempatan premi asuransi syariah di instrumen-instrumen yang patuh syariah, misalnya deposito bank syariah, obligasi syariah (sukuk).

Merujuk pada dua parameter di atas, asuransi yang ada di Jepang (termasuk asuransi kesehatan) bisa dikatakan tidak sesuai dengan prinsip syariah karena ada unsur gharar dan riba.

Namun demikian, kondisi di Jepang bisa dikategorikan kondisi darurat (daruriyah) karena:

  • Tidak ada alternatif asuransi/perbankan lain yang halal. Semua pilihan instrumen keuangan (termasuk asuransi) yang tersedia adalah terlarang secara syariah. Namun, jika pilihan tersebut tidak dilakukan maka akan ada bahaya (dharar) terhadap kebutuhan asasinya (kebutuhan primer terhadap diri dan keluarga).Contoh: Perusahan mengharuskan memiliki rekening di salah satu perbankan Jepang. Jika tidak ada rekening di bank Jepang, maka gaji tidak bisa ditransfer/diambil. Ataupun, jika tidak ada polis asuransi di Jepang, maka tidak bisa melakukan penanganan medis/berobat di rumah sakit Jepang (termasuk case melahirkan). Oleh karena itu, produk keuangan/perbankan di Jepang (termasuk asuransi, seperti National Health Care Insurance) ialah boleh.
    Hal ini sesuai dengan kaidah:

    الضرورات تبيح المحظوراات

    Kemudharatan- kemudharatan itu membolehkan hal-hal terlarang.”

  • Walaupun boleh, namun tetap tidak boleh menyalahi prinsip-prinsip syariah, seperti penempatan dana di rekening Jepang dengan tujuan jual-beli drugs, alkohol, pornografi, dan hal-hal lain yang dilarang oleh syariah. Jika suatu masa nanti tersedia instrumen keuangan syariah di Jepang (kondisi normal), maka instrumen-instrumen tersebut kembali menjadi haram (nadzariy yatu adh-dharurah)

Wallahu’alam bi shawab.