Suara Perempuan

Published by forkitajp on

Dalil-dalil dari Alquran dan Assunnah secara eksplisit menunjukkan bahwa suara perempuan bukan aurat, seperti pendapat jumhur ulama, pendapat kuat di kalangan Hanafi dan Maliki, serta pendapat Mazhab Syafi’i dan Hambali.

Dalil Bahwa Suara Perempuan Bukan Aurat

Dalilnya banyak, seperti tersebut dalam sirah nabawiyah di antaranya:

  • Bahwa banyak dari kalangan sahabiyyat yang menanyakan persoalan agama kepada Rasulullah dengan kehadiran laki-laki asing lain, seperti Asma binti Yazid bin Assakan seorang utusan perempuan, juga seperti para perempuan yang berbaiat kepada Rasulullah. Para sahabat juga berbicara kepada para perempuan dan sebaliknya.
  • Diriwayatkan dalam Shahih Muslim bahwa Abu Bakar dan Umar berkunjung ke rumah Ummu Aiman setelah kematian Rasulullah. (Muslim 2454). Annawawy mengomentari bahwa “Hadits tersebut menunjukkan bolehnya laki-laki mengunjungi perempuan dan mendengarkan perkataannya. Para wanita salaf juga senantiasa meriwayatkan hadits, mengajarkan ilmu, dan berfatwa dalam masalah agama.” (Alminhaj 13/10)

Imam Algazhali berkomentar tentang peristiwa Rasulullah mendengarkan nyanyian dua budak perempuan di rumah Aisyah, “Ini menunjukkan bahwa suara perempuan tidak diharamkan, seperti haramnya suara seruling, ia diharamkan jika dikhawatirkan menimbulkan fitnah.

Beliau menambahkan, “Dan suara perempuan di luar nyanyian bukanlah aurat, karena para perempuan di zaman sahabat senantiasa berbicara kepada laki-laki ketika mengucapkan salam, meminta fatwa, bertanya, meminta pendapat, dll.” (Al Ihya 2/246)

Merendahkan Suara

Dalam firman Allah yang artinya, “Dan janganlah kalian (wahai para istri Nabi) melemahlembutkan suara sehingga bangkit nafsu orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik” (QS. Al Ahzab 32); yang terlarang adalah berbicara dengan suara halus, pelan, indah, dan mendayu-dayu yang membangkitkan syahwat lawan jenis, terutama yang hatinya telah sakit; bukan melarang perempuan berbicara kepada laki-laki secara mutlak. Boleh saja selama itu adalah perkataan baik dengan cara baik, seperti tersebut di penghujung ayat.

Berbicara Panjang Lebar kepada Laki-laki Asing

Suara perempuan yang bukan aurat tidak berarti ia boleh seenaknya berbicara sambil ketawa-ketiwi kepada laki-laki asing dengan panjang lebar tanpa batasan, seperti ketika ia berbicara kepada mahramnya.

Agama memerintahkan perempuan menepuk tangan jika imam dalam shalat melakukan kesalahan, sementara laki-laki disyariatkan bertasbih, supaya tidak berdampak di hati laki-laki yang sedang shalat. Di sini syariat memberikan pilihan yang cocok bagi perempuan yaitu menepuk tangan.

Oleh karena itu, perempuan jika harus berbicara kepada lawan jenis maka berbicaralah sesuai kebutuhan dengan cara yang baik.

Pelajaran Penting: Para Ibu Orang Beriman (Ummahat Almu’minin)

Sayyid Quthb berkata, “Allah melarang mereka ketika berbicara kepada laki-laki asing untuk berkata dengan lembut yang bisa membangkitkan syahwat dan menggerakkan naluri lawan jenis dan orang yang ada penyakit di hatinya. Siapa mereka yang diberikan peringatan ini? Mereka adalah para istri Rasul dan para ibu orang-orang yang beriman, yang secara logika mereka adalah para perempuan yang tak seorangpun ada keinginan terhadap mereka dan tak terbersit pikiran kotor dalam hatinya. Kapan keluarnya peringatan ini? Di masa Rasulullah, masa generasi terbaik sepanjang sejarah… tetapi Allah pencipta laki-laki dan perempuan mengetahui bahwa pada suara perempuan yang dilembutkan dan dibuat indah terdapat faktor yang bisa menimbulkan keinginan dan membangkitkan fitnah dalam hati. Dan Allah mengetahui bahwa hati sakit yang bisa bergejolak dan muncul keinginan buruk terdapat di setiap masa, setiap lingkungan, dan terhadap setiap perempuan sekalipun ia adalah istri Nabi dan ibu orang beriman. Dan bahwasanya tak ada kesucian dari dosa dan tak ada kebebasan dari kesalahan jika penyebabnya tak dijauhi.” (Zhilal Alquran 6/77).

Modifikasi dan Rekayasa Suara

Perempuan tidak dianjurkan untuk memodifikasi atau mengganti suaranya. Hal seperti ini tak dikenal di zaman sahabat, dan para perempuan di masa itu berbicara yang baik sesuai kebutuhan dengan cara yang baik, dan dengan suara yang natural tanpa disertai perubahan dan modifikasi.

Hukum Mendengarkan Suara Perempuan yang Dilembutkan

Tak diragukan lagi bahwa mendengarkan suara perempuan yang dilembutkan adalah haram; Rasulullah bersabda yang artinya, “Dan zina kedua telinga adalah dengan mendengarkan” (Muslim 2657), terlebih lagi tentunya jika suara perempuan yang indah dan mendayu-dayu dengan irama lagu yang membangkitkan syahwat lawan jenis.

Barang siapa yang merasa tergoda dengan suara seorang perempuan walaupun ia berbicara normal, maka ia tak boleh mendengarkan suaranya, walaupun dibolehkan kepada orang lain karena hukum asalnya mendengarkan suara perempuan adalah boleh.

Melakukan Penelitian Bersama Mahasiswi

Bagaimana kalau ada tugas penelitian dari kampus, tiap dua orang mengajukan satu tema. Bagaimana kalau mendapatkan teman lawan jenis untuk melakukan penelitian bersama yang mengharuskan untuk duduk bersama mendiskusikan proyek penelitian tersebut?
(Adil – Kanada, Vancouver)

Seorang muslim harus menjauhi sumber fitnah semampunya. Rasulullah bersabda yang artinya, “Saya tak meninggalkan fitnah yang lebih berat atas laki-laki daripada fitnah perempuan.” Walaupun berbicara dengan lawan jenis dalam kondisi normal dibolehkan, namun akan lebih baik memilih partner laki-laki dalam penelitian, seperti itu jika memungkinkan supaya bisa menjaga jarak dari kemungkinan terjadinya fitnah dan untuk menutup pintu syaitan, karena akan banyak membutuhkan waktu berdiskusi panjang lebar dengannya. Jika tidak memungkinkan, kamu harus berusaha menerapkan aturan agama dalam berinteraksi dengan lawan jenis secara umum dan menutup pintu syaitan semaksimal mungkin di antaranya:

  1. Menghindari berkhalwat atau berduaan di tempat yang jarang diakses orang lain seperti ruangan tertutup, pilihlah tempat terbuka yang tidak sepi seperti perpustakaan atau tempat terbuka lain yang banyak dikunjungi orang lain.
  2. Memandang lawan jenis sesuai kebutuhan, jangan berlebihan.
  3. Menjaga jarak dengan tidak duduk terlalu berdekatan.
  4. Menjaga batasan batasan dan tak berlebihan dalam berucap, bercanda yang bisa membuka pintu syetan.

suara perempuan

Ingat!

  1. Suara perempuan tidak termasuk aurat, seperti ditunjukkan oleh Alquran, Sunnah, amalan sahabat, dan para salafussalih.
  2. Perempuan tidak boleh melembutkan suara ketika berbicara terhadap lawan jenis.
  3. Berbicara dengan lawan jenis sesuai kebutuhan.
  4. Tidak dibolehkan bagi perempuan memodifikasi dan merubah suara ketika berbicara dengan laki-laki.
  5. Tidak boleh mendengarkan pembicaraan perempuan yang melembutkan suaranya.
Artikel ini merupakan terjemahan dari buku Panduan Fikih bagi Pelajar di Negeri Rantau, Bagian (3) Pergaulan, Pasal (1) Laki-laki dan Perempuan, oleh Ustadz Jailani Abdul Salam, Lc., MA.