Mengucapkan Salam kepada Nonmuslim

Published by forkitajp on

Hukum mendahului mengucap salam kepada nonmuslim

Tidak boleh mendahului mengucap salam kepada nonmuslim, karena arti dari salam adalah selamat dari kesusahan dunia dan siksa di akhirat. Jadi sama artinya kamu minta ampun untuknya. Dalil yang melarang memulai salam kepada nonmuslim adalah:

  1. Hadits riwayat Abu Hurairah, “Jangan mendahului mengucap salam kepada orang Yahudi dan Nasrani, jika kamu berpapasan di tengah jalan, himpitlah ia ke pinggir” (Muslim 2167).
  2. Hadits riwayat Abu Bashrah, “Kita akan melewati orang-orang Yahudi, jangan mendahului mereka memberi salam, jika mereka mengucap salam kepada kalian ucapkan, ‘Waalaikum’ (dan kalian juga)” (Ahmad 27235).
  3. Hadits Abu Hurairah, “Maukah kalian saya tunjukkan satu perkara jika kalian melakukannya kalian akan saling mencintai, sebar salam di antara kalian” (Muslim 54). Lafaz “Bainakum” (di antara kalian) artinya di antara kaum muslimin. Ibnu Hajar berkata, “Seorang muslim diperintahkan memusuhi orang kafir, tidak dibenarkan baginya melakukan perkara yang menumbuhkan cinta dan kasih kepada mereka” (Fathul Baary 17/457).

Larangan mengucap salam terlebih dahulu kepada nonmuslim merupakan pendapat jumhur ulama dari empat mazhab.

Annawawy dalam Al Adzkaar (1/323) berkata, “Adapun dengan Ahludzdzimmah terdapat perbedaan pendapat di antara ulama Syafi’iy, mayoritas mengatakan tidak boleh mendahului mereka mengucap salam

Di antara ulama ada yang membolehkan secara mutlak, yang lain mengatakan boleh kalau diperlukan, yang semua itu merupakan pendapat yang tertolak oleh hadits.

Annawawy berkata, “Di antara ulama Syafi’iy mengatakan makruh memulai salam terhadap mereka, tidak sampai haram. Pendapat ini lemah karena larangan menunjukkan keharaman, jadi yang benar adalah diharamkan mendahului salam kepada mereka” (Al Adzkaar 1/323).

Adapun firman Allah pada kisah Ibrahim yang artinya, “Keselamatan untukmu (bapakku), saya akan meminta ampun untukmu“, yang dimaksud adalah saling menjauhi dan Ibrahim tak akan menyakiti Azar karena kehormatan seorang bapak, yang dimaksud bukan ucapan salam keselamatan.

Alqurthuby berkata, “Jumhur ulama mengatakan bahwa yang dimaksud dalam salamnya adalah saling menjauhi dan tidak saling menyakiti, bukan salam keselamatan, Atthabary berkata bahwa artinya saya menjaga keamananmu, oleh sebab itu orang kafir tidak didahului memberi salam” (Ahkamul Qur’an 11/111).

Menjawab salam nonmuslim

Dianjurkan menjawab salam nonmuslim dengan dalil firman Allah yang artinya, “Jika kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik, atau yang serupa” (QS. Annisa: 86), dan dari mafhum mukhalafah (pemahaman terbalik) larangan memulai mengucap salam kepada mereka, bahwa kalau bukan memulai berarti tidak dilarang.

Hukum ini berlaku kalau mereka mengucapkan salam dengan benar dan jelas, jika mereka mempermainkan dan memperolok salam maka dibalas dengan Waalaikum (untuk kamu juga).

Ibnu Umar meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda, “Jika orang Yahudi mengucapkan salam kepada kalian dan mengatakan ‘Assaamu alaikum’ (kematian untukmu) maka jawablah, ‘Waalaik’ (untuk kamu juga)” (Bukhary 5902).

Ibnul Qayyim berkata, “Jika seseorang mendengar dan yakin bahwa seorang nonmuslim mengucap salam kepadanya ‘Assalamu alaikum’, apakah dia boleh menjawab ‘Waalaikassalam’, atau cukup ‘Waalaik’? Dalil-dalil dan kaedah syariah menunjukkan bahwa dia harus menjawab ‘Waalaikassalam’ karena itu merupakan sikap adil. Allah memerintahkan untuk berbuat adil dan baik, dan berfirman yang artinya, ‘Jika kamu diberi penghormatan maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik atau yang sepadan’. Allah menganjurkan untuk membalas dengan yang lebih baik, dan mewajibkan untuk berbuat adil. Hal ini tak bertentangan dengan hadits-hadits dalam bab ini, karena Rasulullah memerintahkan untuk cukup membalas dengan ‘Waalaikum’ disebabkan oleh cara salam mereka sendiri.” Ibnul Qayyim menambahkan, “Walaupun keumuman sebuah dalil yang menjadi petunjuk hukum namun ia harus sesuai dengan kriteria salam yang dimaksud bukan yang menyalahinya. Allah SWT berfirman yang artinya, ‘Dan jika mereka datang kepadamu mereka mengucapkan salam kepadamu dengan salam yang tidak sesuai yang ditentukan oleh Allah untukmu. Dan mereka mengatakan kepada diri mereka sendiri, “Mengapa Allah tidak menyiksa kita disebabkan apa yang kita katakan itu?”‘ (QS. Almujadilah: 8), jika sebab ini hilang dan nonmuslim mengatakan ‘Assalamu alaikum warahmatullah’, maka membalas salam sepadan merupakan sikap adil dalam hal ini” (Ahkamu Ahlidzdzimmah 1/200).

Mengucap salam kepada sekumpulan muslim dan nonmuslim

Boleh mengucap salam kepada sekumpulan muslim dan nonmuslim dengan niat salam untuk yang muslim tanpa harus mengatakan “Assalamu ‘ala manittaba’al huda” (keselamatan atas yang mengikuti petunjuk), misalnya jika seorang muslim masuk kelas dan di dalam terdapat kawan-kawan muslim dan nonmuslim karena Rasulullah pernah melakukan hal yang serupa.

Dalam Albukahry (5899), “Bahwa Nabi SAW melewati sekumpulan orang yang terdiri dari campuran muslim dan musyrik penyembah berhala lalu beliau mengucap salam kepada mereka.

Ibnu Hajar berkata, “Ini menunjukkan boleh memberi salam kepada orang Islam yang berada bersama nonmuslim dengan niat salam kepada yang muslim” (Fathul Bary 8/230).

Mendahului nonmuslim mengucap selamat bukan salam Islam

Bolehkan mendahului nonmuslim mengucapkan selamat pagi, selamat datang, dll?

Menurut pendapat yang lebih kuat, boleh mendahului mereka mengucapkan selamat bukan salam Islam, ini adalah pendapat yang dipilih oleh Ibnu Taimiyah. Larangan mendahului yang dimaksud adalah ucapan salam Islam yang mengandung doa keselamatan, rahmat, dan keberkahan. Doa semacam ini tidak terdapat dalam ucapan selamat yang lain.

Allah memerintahkan kita dalam firman-Nya yang artinya, “Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik” (QS. Annahl: 125). Tidak diragukan bahwa mengucapkan selamat kepada mereka merupakan bagian dari mu’amalah yang baik dan kebaikan yang kita tidak dilarang untuk melakukannya, bahkan merupakan media dakwah terbaik.

Kalau mendahului diperbolehkan dalam ucapan selamat, apalagi menjawab dengan yang sepadan atau yang lebih baik.

Berjabat tangan dengan nonmuslim

Boleh menjabat tangan nonmuslim dalam posisi menyambut uluran tangannya. Adapun mendahului uluran dibolehkan jika kuat dugaan ada maslahat tanpa diiringi ucapan salam. Beberapa ulama mengatakan makruh mendahului mengulurkan tangan untuk berjabat tanpa ada maslahat.

Imam Ahmad ditanya mengenai menjabat tangan dzimmy, beliau berkata, “Saya tidak suka“, ini tentu bukan masalah mendahului mengucap salam yang tidak dibolehkan. Yang dibolehkan adalah menjawab salam.

Memenuhi undangan jamuan makan nonmuslim

Boleh memenuhi undangan makan nonmuslim di rumah atau restoran. Rasulullah pernah memenuhi undangan seorang wanita Yahudi dan makan makanannya. Yang harus diperhatikan adalah:

  1. Undangan bukan dalam momen hari raya mereka.
  2. Makanan dan minuman halal.
  3. Jangan ada minuman keras yang diedarkan.
  4. Tidak terdapat kemungkaran seperti dansa, nyanyian, dll.
  5. Tidak menumbuhkan rasa cinta dan persaudaraan antara muslim dan nonmuslim; Allah berfirman yang artinya, “Wahai orang-orang yang beriman janganlah kamu menjadikan Yahudi dan Nasrani sebagai wali (di antara artinya adalah teman setia), mereka adalah teman setia satu dengan yang lainnya. Barang siapa yang menjadikan mereka wali maka dia termasuk golongan mereka” (QS. Almaidah: 51).
  6. Melakukannya dalam rangka mengikat hati dan mengajak kepada Islam.

    Boleh juga mengundangnya makan dengan niat yang sama, dengan memperhatikan bahwa itu semua tak menjadikan ia lupa akan kebencian terhadap kekafiran dan kesyirikannya.

Ingat!

  1. Tidak boleh memulai memberi salam kepada nonmuslim.
  2. Dianjurkan menjawab salam nonmuslim jika lafaz salamnya benar dan jelas, bukan mengolok.
  3. Boleh mengucapkan salam kepada sekumpulan muslim dan nonmuslim dengan niat salam kepada yang muslim.
  4. Boleh memulai mengucapkan selamat bukan salam Islam menurut pendapat yang lebih kuat.
  5. Boleh mendahului menjabat tangan nonmuslim jika terdapat maslahat. Adapun menjawab uluran tangan nonmuslim hukumnya boleh tanpa syarat apapun.
  6. Boleh memenuhi undangan makan nonmuslim dengan memperhatikan hukum-hukum syariat.
  7. Boleh mengundang makan nonmuslim dengan niat mengikat hati.
Artikel ini merupakan terjemahan dari buku Panduan Fikih bagi Pelajar di Negeri Rantau, Bagian (3) Pergaulan, Pasal (2) Hubungan dengan Nonmuslim, oleh Ustadz Jailani Abdul Salam, Lc., MA.