Menghukumi Neraka atas Nonmuslim Tertentu

Published by forkitajp on

Apakah boleh menghukumi nonmuslim secara umum atau secara individu bahwa mereka adalah kafir dan kekal dalam neraka? Penjelasannya sebagai berikut.

Ahlussunnah waljama’ah membedakan antara hukum umum sebagai deskripsi dan hukum khusus untuk individu.

  • Secara umum kita bersaksi bahwa nonmuslim semuanya di neraka.
  • Orang yang tidak bersyahadat dan tidak masuk Islam adalah kafir dan diperlakukan dengan aturan yang berlaku untuk orang kafir.
  • Secara individu ada beberapa orang kafir yang sudah jelas menjadi ahli neraka dengan ketentuan Al-Quran dan As-Sunnah, seperti Firaun, Amru bin Luhay, dan Abu Lahab.
  • Kita tidak bisa menghukumi neraka secara pasti kepada nonmuslim yang lainnya secara individu, walaupun kita menghukuminya sebagai kafir, karena bisa saja dia tidak termasuk yang terkena hujjah, walaupun di dunia kita menghukuminya sebagai kafir.

Macam-macam kesaksian

Kesaksian umum sebagai deskripsi

Contohnya:

  • Barang siapa yang tidak masuk Islam dan tidak beriman kepada risalah Muhammad maka dia termasuk ahli neraka. Rasulullah bersabda, “Demi Allah, tidak satupun Yahudi atau Nasrani yang mendengar tentang aku, lalu ia mati dalam keadaan tidak beriman kepada risalah yang saya bawa kecuali dia termasuk ahli neraka.” (HR. Muslim 152)
  • Barang siapa puasa Ramadhan dengan dasar iman dan mengharap balasan dari Allah maka dosanya yang lalu dan akan datang telah diampuni, dan haji mabrur hanya surga balasannya.
  • Barang siapa yang perkataan terakhirnya “La ilaha illallah” maka ia ahli surga, dan lain-lain dari teks Al-Quran dan As-Sunnah.

Hukum-hukum tersebut berlaku umum bagi siapa yang masuk kategori, bukan hukum per individu.

Kesaksian khusus untuk individu

Contohnya:

Memastikan bahwa seseorang dengan diri dan namanya termasuk penduduk surga atau neraka. Kesaksian seperti ini tidak boleh kecuali bagi orang-orang yang sudah disebutkan oleh Al-Quran dan As-Sunnah bahwa dia ahli surga atau neraka. Ketentuan ini tidak berlaku kecuali bagi yang sudah diberitakan oleh Allah atau Rasul-Nya bahwa dia adalah ahli surga atau ahli neraka.

Barang siapa yang sudah diberitakan secara khusus oleh Allah atau Rasul-Nya bahwa dia ahli surga maka bisa dipastikan bahwa dia termasuk ahli surga, seperti 10 orang yang mendapat berita gembira bahwa mereka adalah ahli surga.

Sebaliknya, barang siapa yang sudah disebutkan bahwa dia adalah ahli neraka maka pasti dia ahli neraka, seperti Firaun, Abu Lahab, dll.

Dalilnya, bahwa Allah berfirman:

وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّىٰ نَبْعَثَ رَسُولًا

Dan Kami tidak akan mengazab sebelum Kami mengutus rasul.” (QS. Al-Isra: 15)

Ibnul Qayyim berkata, “Seorang berhak mendapat azab karena dua sebab; yang pertama adalah berpaling dari bukti kebenaran risalah serta tidak mau mempelajari dan tidak mau mengikutinya, yang kedua adalah menentang bukti kebenaran risalah yang sudah dia ketahui dan tidak mau mengikutinya. Yang pertama adalah kafir karena berpaling dan yang kedua adalah kafir karena menentang. Adapun kafir karena ketidaktahuan dan tidak sampainya hujjah kepadanya serta ketidakmampuan untuk sampai mengetahui hujjah tersebut, maka dia termasuk yang Allah nafikan azab kepadanya sampai datang hujjah risalah kepadanya.” (Thariqul Hijratain1/611)

Berlakunya hujjah berbeda antara satu orang dengan orang lain dan antara satu zaman dengan zaman yang lain

Ibnul Qayyim berkata, “Prinsip ketiga: Berlakunya hujjah berbeda sesuai masa, tempat, dan individu. Hujjah bisa saja berlaku atas seorang kafir pada satu masa, tidak pada masa yang lain; di satu tempat, tidak pada tempat yang lain; dan bisa saja berlaku atas seseorang, tidak pada orang lain; bisa karena faktor akal dan kesadaran seperti bagi yang belum baligh atau orang gila, atau karena tidak memahami bahasa risalah dan tidak ada yang mengajarinya. Yang terakhir ibarat orang tuli yang tak mendengar apa-apa dan tidak bisa memahami, dia termasuk satu dari empat orang yang protes pada hari kiamat karena tidak sampai hujjah kepadanya, seperti tersebut pada hadits Al Aswad dan Abu Hurairah serta yang lainnya.” (Thariqul Hijratain 1/216)

Dan barang siapa yang meninggal dan tidak sampai hujjah kepadanya maka dia akan diuji pada hari kiamat, dan tidak akan masuk neraka kecuali orang yang sudah sampai kepadanya hujjah tapi dia enggan dan menentang, dan Tuhanmu tidak menzhalimi seorangpun. (Lih. Tafsir Ibnu Katsir 3/38).

Perbedaan antara ketetapan hukum umum dan khusus

Terdapat perbedaan dalam menetapkan hukum umum dan khusus. Berlakunya ketetapan umum belum tentu bisa berlaku untuk ketetapan khusus. Misal kita mengatakan, “Hukum bagi pencuri adalah dipotong tangannya.” Secara umum dibolehkan melaknat pencuri sebagaimana hadits, “Allah melaknat pencuri…” (HR. Bukhary 6401). Dari ketetapan umum ini, tidak serta merta berlaku potong tangan untuk pencuri pada skala individu, karena itu semua tergantung syarat dan pembuktian. Jadi kita bisa mengatakan, “Laknat Allah atas pencuri“, “Laknat Allah atas peminum khamar“, atau “Laknat Allah atas pemakan riba“, tetapi kita tidak bisa melaknat orang tertentu karena dia mencuri, minum khamar, atau makan riba.

Menetapkan surga dan neraka untuk orang tertentu tergantung persyaratan dan pembuktian yang hanya diketahui oleh Allah, dan manusia tidak diberi ilmu kecuali sedikit.

Ibnu Taimiyah berkata, “Saya selalu menyebut hadits yang terdapat di Sahih Bukhary dan Muslim tentang seorang yang berkata, ‘Kalau saya meninggal maka bakarlah mayatku, kumpulkan debunya dan buang di laut. Demi Allah, jika Allah mampu maka Dia akan mengazabku dengan azab yang tidak Dia timpakan kepada seorangpun.’ Lalu mereka pun melakukannya, maka Allah bertanya kepadanya, ‘Apa yang membuatmu melakukan hal itu?’ Ia menjawab, ‘Karena takut kepada-Mu.’ Maka Allah mengampuni dosanya.


Orang ini meragukan kekuasaan Allah, apakah dia bisa dikembalikan seperti semula setelah debunya ditebar di laut, bahkan dia yakin tidak akan kembali seperti semula. Keyakinan ini menjadikan seorang kafir menurut kesepakatan ulama, tetapi dia tidak mengetahui perkara tersebut, dan dia beriman dan takut kepada siksa Allah, dan Allah mengampuninya.” (Al-Fatawa 3/231)

Adapun riwayat yang mengatakan, “Dimanapun kamu lewat kuburan musyrik maka beri kabar gembira dengan neraka” (HR. Ibnu Majah 1573), adalah hadits mursal (hadits yang sanadnya tidak bersambung ke Rasulullah) yang hanya sampai ke Azzuhri, seperti dikatakan oleh Abu Hatem Ar Razy dan Ad Daraqutny (Ilal Ibnu Abi Hatem 3/327, Al Ilal Lid Daraqutny 4/344)

menghukumi neraka terhadap individu nonmuslim

Ingat!

  1. Kita bersaksi bahwa orang kafir di neraka secara umum.
  2. Kita menghukum kafir setiap orang yang tidak beragama Islam dan tidak beriman kepada risalah Nabi Muhammad. Allah berfirman, “Barang siapa mencari agama selain Islam maka sekali-kali tidaklah akan diterima agama itu darinya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi” (QS. Ali Imran: 85), dan kita memperlakukan dia dengan hukum orang kafir.
  3. Kita memastikan balasan neraka terhadap individu yang dipastikan masuk neraka oleh Al-Quran atau As-Sunnah, seperti Firaun, Amru bin Luhay, Abu Lahab, dll.
  4. Kita tidak boleh memastikan neraka terhadap individu nonmuslim jika tidak ada ketetapan Al-Quran dan As-Sunnah tentang itu, karena bisa saja dia tidak termasuk yang berlaku hujjah atasnya.
Artikel ini merupakan terjemahan dari buku Panduan Fikih bagi Pelajar di Negeri Rantau, Bagian (3) Pergaulan, Pasal (2) Hubungan dengan Nonmuslim, oleh Ustadz Jailani Abdul Salam, Lc., MA.