Memandang Perempuan

Published by forkitajp on

Urgensi Menundukkan Pandangan

Allah berfirman yang artinya, “Katakanlah wahai Nabi kepada orang beriman laki-laki hendaklah mereka menundukkan pandangannya dan menjaga kemaluannya, yang demikian itu adalah lebih baik, sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka lakukan.” (QS. An Nuur: 30)

من (dari) – sebelum kata أبصار (pandangan) yang ada dalam ayat menurut pandangan sebagian ahli tafsir menunjukkan ‘sebagian’, karena orang beriman berhak mempergunakan pandangannya kepada apa yang dibolehkan, dan karena pandangan pertama kepada yang haram di luar kuasa manusia, maka yang diperintahkan untuk dijaga adalah pandangan berikutnya. Berbeda dengan فروج (kemaluan) yang tanpa kata من (dari) menunjukkan bahwa menjaga kemaluan bersifat umum.

Lalu perhatikan bagaimana Allah memerintahkan menjaga pandangan terlebih dahulu kemudian diikuti menjaga kemaluan, itu karena pandangan adalah pintu terbesar menuju hati, jalan kerusakan, dan mengikuti langkah-langkah syaitan yang mengajak kepada perbuatan keji.

Yang demikian adalah lebih suci bagi mereka,” yaitu lebih suci dan lebih bersih untuk agama mereka, lebih lapang bagi hati mereka seperti ungkapan, “Barang siapa menjaga pandangannya maka Allah akan menjaga ketajaman hati mereka.

Nabi menyebutkan bahwa pandangan yang berhasrat dan bernafsu terhadap lawan jenis dikategorikan zina mata. Diriwayatkan oleh Abu Hurairah, Rasulullah bersabda yang artinya, “Sesungguhnya manusia itu telah ditentukan nasib perzinaannya yang tidak mustahil pasti akan dijalaninya. Zina kedua mata adalah melihat, zina kedua telinga adalah mendengar, zina lidah adalah berbicara, zina kedua tangan adalah menyentuh, zina kedua kaki adalah melangkah, dan zina hati adalah berkeinginan dan berangan-angan, sedangkan semua itu akan ditindaklanjuti atau ditolak oleh kemaluan.” (Muslim 2657)

Kondisi Negeri Nonmuslim

Kerusakan dan aurat yang tak terjaga yang begitu mudah ditemui dimana-mana serta dekadensi moral yang sudah merasuk di negeri nonmuslim (bahkan di negeri muslim sekalipun – penterjemah), membuat laki-laki bisa menemui dengan gampang pemandangan mengganggu kemana pun ia melangkah, di kampus, restoran, taman, bis, kereta, dan tempat apapun yang ia datangi. Hal ini membuat banyak orang merasa ragu tindakan seperti apa yang diambil.

Berikut batasan dan aturan yang mengikat pandangan seorang muslim di tempat seperti di atas:

  1. Palingkan pandangan ketika tiba-tiba terlihat pemandangan tak bagus.

    Jarir bin Abdullah Albajaly berkata, “Saya bertanya kepada Rasulullah mengenai pandangan tiba-tiba, lalu beliau memerintahkanku untuk memalingkan pandanganku.” (Muslim 2159)

    Imam Nawawy berkata, “Pandangan tiba-tiba artinya matanya terlihat wanita asing tanpa sengaja, maka tak ada dosa pada yang pertama seperti itu, dan ia harus segera memalingkan pandangannya waktu itu juga.” (Alminhaj 14/139)

    Nabi juga berkata, “Wahai Ali! Jangan mengikutkan pandangan setelah pandangan, pandangan pertama untukmu, pandangan kedua bukan untukmu.” (HR. Ahmad 22991, Abu Dawud 2149, Hadits Hasan)

    Yang demikian merupakan prinsip emas dalam menundukkan dan menjaga pandangan yang tak halal, terutama di negeri nonmuslim.

    Ibnul Jauzy berkata, “Hal itu karena pandangan pertama belum masuk ke hati, tidak mengamati keindahan dan tidak menikmati apa yang dilihatnya. Ketika ia melanjutkan pandangan sampai masuk pikiran maka terhitung dosanya seperti pandangan kedua.” (Attabshirah 1/158)

    Ibnul Qayyim berkata, “Pandangan yang tiba-tiba adalah pandangan yang pertama yang terjadi tanpa kesengajaan dari yang memandang, apa yang tak diiringi kesengajaan hati tidak mendapat hukuman, lalu jika ia melakukan pandangan yang kedua dengan sengaja dia berdosa, oleh karena itu Rasulullah menyuruhnya memalingkan pandangannya ketika terjadi pandangan tiba-tiba dan tidak melanjutkan pandangannya, jika ia melanjutkan artinya ia mengulang pandangannya.” (Raudhatul Muhibbin 1/96)

  2. Usahakan menjauhi tempat mengumbar aurat, seperti pantai, tempat berkumpul, atau bahkan jalan dan daerah tertentu.

    Abu Said Alkhudry meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda yang artinya, “Janganlah kalian duduk-duduk di tepi jalan!” Para sahabat berkata, “Kami terpaksa duduk di sana karena itu adalah tempat duduk untuk kami berbincang.” Rasulullah berkata, “Kalau kalian tidak bisa kecuali harus duduk di sana maka berikanlan jalan tersebut hak-haknya.” Mereka berkata, “Apa hak-hak jalan tersebut wahai Rasulullah?” Rasulullah bersabda, “Menundukkan pandangan, tidak mengganggu pemakai jalan, menjawab salam, memerintahkan kepada kebaikan, dan mencegah kemungkaran.” (Bukhary 2333, Muslim 2121)

    Rasulullah melarang mereka duduk-duduk di tepi jalan karena di tempat seperti itu terduga kuat terlihat hal-hal yang haram. Maka sudah selayaknya menjauhi tempat-tempat yang sudah dipastikan terdapat umbar aurat dan fitnah, karena itu Rasulullah mengatakan kepada mereka, “Kalau tidak bisa kecuali harus duduk-duduk di tepi jalan maka berikanlah kepada jalan tersebut hak-haknya” dan beliau menyebutkan bahwa menundukkan pandangan adalah salah satu hak-hak jalan. Jadi bisa dipastikan bahwa tempat-tempat yang bisa dipastikan terdapat umbar aurat dan perbuatan tak senonoh lebih utama untuk dijauhi dan tidak duduk-duduk di sana.

  3. Kebutuhan diukur sesuai porsinya.

    Kalau seorang muslim ada kebutuhan untuk melihat kepada lawan jenis dalam bermuamalah dan lainnya, maka silahkan melihat sesuai kebutuhan.

    Kita tidak mengatakan, “Kamu diam saja di kamar, jangan keluar!” Silahkan beraktifitas, belanja kebutuhan, dan tamasya bersama keluarga tapi harus pandai-pandai memilih waktu dan tempat, dan memilih tempat yang resiko fitnahnya paling minim.

    Imam Nawawy berkata, “Kebutuhan pada dasarnya cukup dengan melihat wajah dan kedua telapak tangan, dan melihat kepada anggota tubuh lain ketika ada kebutuhan mendesak.” (Raudhatut Thalibin 5/376).

  4. Ingat bahwa Allah mengetahui rahasia dan bisikan hatimu.

    Allah berfirman yang artinya, “Allah mengetahui pandangan mata yang khianat dan apa yang tersembunyi dalam dada” (QS. Ghafir: 19). Dan bukan suatu kebetulan bahwa ayat tentang menjaga pandangan di akhiri dengan “Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan.” Maka hadirkan pengawasan Allah pada penglihatanmu, tolehanmu, dan jaga pandanganmu dari apa yang diharamkan Allah supaya kamu mendapat ketenangan, kelapangan dan cahaya.

Pelajaran Penting: Buah Menjaga Pandangan

Ibnul Qayyim mengatakan bahwa terdapat beberapa faidah dalam menjaga pandangan:

  1. Mematuhi perintah Allah yang merupakan puncak kebahagiaan hamba di dunia dan di akhirat. Tidak ada yang lebih berguna bagi seorang hamba di dunia dan di akhirat kecuali patuh kepada perintah Tuhannya. Seorang hamba tidak bisa berbahagia di dunia dan di akhirat kecuali dengan patuh kepada perintah Allah. Seorang hamba tidak sengsara di dunia dan akhirat kecuali karena ia menyia-nyiakan perintah Allah.
  2. Menghalangi racun yang mungkin menjadi penyebab kebinasaannya ke dalam hatinya.
  3. Menghadirkan ketenangan kepada Allah dan kebersamaan dengan-Nya, karena membebaskan pandangan membuat hati berantakan, tidak fokus, dan jauh dari Allah. Tidak ada yang lebih berbahaya bagi seorang hamba daripada membebaskan pandangan karena ia membuat jarak antara hamba dan Tuhannya.
  4. Menguatkan hati dan membahagiakannya, sedangkan membebaskan pandangan melemahkan hati dan membuatnya sedih.
  5. Membuat hati terang bercahaya, sedangkan membebaskan pandangan membuat hati gelap gulita. Perhatikan bahwa Allah menyebutkan ayat tentang cahaya (QS. An Nuur: 35) setelah ayat tentang perintah menundukkan pandangan (QS. An Nuur: 31). Allah berfirman yang artinya, “Katakanlah wahai Nabi kepada orang-orang beriman hendaklah mereka menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan,” dan empat ayat setelahnya Allah berfirman yang artinya “Allah (pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya-Nya seperti misykaah…” sampai akhir ayat, artinya perumpamaan cahaya-Nya dalam hati seorang hamba yang mematuhi perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya” (Al Jawaab Alkaafy 125)

Ingat!

  1. Pandangan laki-laki kepada bagian tubuh perempuan yang menggoda dan wajib ditutupi adalah haram menurut kesepakatan ulama.
  2. Pandangan perempuan kepada laki-laki tanpa syahwat boleh jika kepada selain aurat.
  3. Pandangan kepada yang haram adalah jalan menuju maksiat dan dosa.
  4. Seorang harus berusaha semampunya menghindari tempat-tempat yang bisa dipastikan terlihat hal-hal haram, seperti tempat mengumbar aurat dan perbuatan tak senonoh.
  5. Jika ada kebutuhan untuk melihat maka kebutuhan tersebut harus diukur sesuai porsinya.
  6. Diharamkan mengulangi atau meneruskan pandangan kepada yang haram.
  7. Seorang muslim harus merasakan pengawasan Allah dalam segala kondisinya dan hendaknya mengingat bahwa Allah Maha Mengetahui apa yang mereka lakukan.
Artikel ini merupakan terjemahan dari buku Panduan Fikih bagi Pelajar di Negeri Rantau, Bagian (3) Pergaulan, Pasal (1) Laki-laki dan Perempuan, oleh Ustadz Jailani Abdul Salam, Lc., MA.