Duduk di Samping Perempuan

Published by forkitajp on

Bercampur antara Laki-laki dan Perempuan

Pada dasarnya laki-laki dan perempuan tidak boleh bercampur selamanya atau seterusnya, seperti di sekolah, pekerjaan, dll. Yang dibolehkan adalah pada hal-hal yang insidental tak berlaku seterusnya, bercampur karena ada kebutuhan seperti di pasar dan thawaf.

Dalam Shahih Muslim Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda yang artinya, “Sebaik-baik shaf laki-laki adalah yang paling depan dan seburuk-buruknya adalah yang paling belakang. Dan sebaik-baik shaf perempuan adalah yang paling belakang dan seburuk-buruknya adalah yang paling depan.” (440)

Jika kedekatan jarak adalah buruk di dalam shalat yang merupakan tiangnya agama apalagi dalam hal-hal yang lain.

Ibnu Batthal mengomentari bubarnya perempuan sebelum laki-laki setelah shalat subuh, “Hadits ini menunjukkan bahwa perempuan tidak berdiri di masjid setelah shalat selesai, ini semua demi menutup pintu keburukan, memberikan peringatan akan batasan hukum Allah, menjaga jarak antara laki-laki dan perempuan karena khawatir terjadi fitnah dan berbuat dosa karena bercampur baur laki-laki dan perempuan.” (Syarah Albukhary oleh Ibnu Batthal 2/473)

Assyaukany berkata mengomentari hadits mendekatnya Rasulullah ke shaf perempuan pada saat Khutbah Ied untuk memberikan wejangan dan peringatan kepada mereka “Di antara pelajaran dari hadits adalah membedakan tempat perempuan dari tempat laki-laki ketika mereka para perempuan ikut menghadiri perkumpulan laki-laki, karena bercampurnya laki-laki dan perempuan bisa menjadi sebab terjadinya fitnah akibat pandangan dan lainnya.” (Nailul Awthar 3/375)

Alkhathiib Assyarbiiny ketika menyinggung tentang perkumpulan untuk pesta tertentu beliau mengatakan, “Lebih baik tidak menghadiri acara seperti itu, apalagi di zaman ini yang banyak terjadi bercampurnya laki-laki dan perempuan tanpa mengindahkan batasan aurat. Ibnul Haajj Almaliky punya banyak perhatian dalam menyinggung masalah seperti ini yang berlaku pada zaman beliau, bagaimana dengan kondisi masa dimana pagar sudah dilabrak dan lautan kerusakan sudah bertambah banyak dan menerjang.” (Al Iqtina’ 2/428)

Dan Rasulullah bersabda, “Takutlah akan wanita karena fitnah pertama Bani Israil ada pada wanita” (HR. Muslim 2742). Beliau juga bersabda, “Saya tak meninggalkan fitnah atas laki-laki yang lebih berbahaya daripada fitnah perempuan.” (HR. Bukhary 4808, Muslim 270)

Duduk di Samping Perempuan

Aturan dasar untuk tidak bercampurnya antara laki-laki dan perempuan dilanggar di banyak negara. Hal ini membuat ragu pelajar baik laki-laki maupun perempuan dalam bersikap mengenai tempat duduk di kampus, di sarana transportasi, ruang tunggu, dll. Apa yang harus dilakukan?

Apa yang harus saya lakukan?

  1. Memilih tempat duduk yang tidak terdapat di sampingnya lawan jenis.
  2. Jika datang dan duduk disampingnya lawan jenis dengan tempat duduk berdempetan, jika memungkinkan ia pidah ke tempat lain, atau sekalian berdiri jika berada di kendaraan umum jika tidak terdapat mudharat lain untuk pilihan seperti itu (Barang siapa bertaqwa kepada Allah maka Dia akan menjadikan baginya jalan keluar, dan memberinya rezeki dari arah yang tak ia sangka).
  3. Jika terpaksa harus duduk di samping lawan jenis dan tak bisa mengganti tempat maka tak apa apa ia duduk di tempat itu dengan tetap berusaha jaga jarak menurut kasanggupan sesuai porsi kedaruratan, atau sesuai porsi kebutuhan yang mendesak jika aman dari kemudharatan (Maka bertakwalah kepada Allah sesuai kesanggupanmu)

Ingat!

  1. Seorang muslim wajib menghindari tempat-tempat fitnah dan syubuhat sesuai kesanggupan.
  2. Seorang muslim seharusnya memilih tempat duduk yang jauh dari lawan jenis.
  3. Jika bisa ia pindah dari tempat duduknya kalau lawan jenis datang dan duduk di sampingnya.
  4. Kalau terpaksa harus duduk di samping lawan jenis dan tidak bisa ganti tempat duduk maka dia berusaha untuk tetap jaga jarak dan bersikap sesuai porsi kedaruratan, atau sesuai porsi kebutuhan jika aman dari bahaya.
  5. Berusaha menghindari tempat sesak dengan lawan jenis karena akan terjadi persentuhan dan bahkan himpitan di luar kendali.
Artikel ini merupakan terjemahan dari buku Panduan Fikih bagi Pelajar di Negeri Rantau, Bagian (3) Pergaulan, Pasal (1) Laki-laki dan Perempuan, oleh Ustadz Jailani Abdul Salam, Lc., MA.